“Dia aspeknya adalah memoderasi bukan mencari aspirasi. Apa toh sebenarnya keinginan rakyat, apa toh (alasan) kenapa kau menolak. Sebetulnya kalau gubernur sadar dia sebagai kepala daerah, maka dia mendengar apa sebenarnya kepentinganmu (rakyat) menolak, (karena) dia butuh rasionalisasinya,” kata Iwan.
Lebih lanjut, Iwan mnegaskan bahwa Ganjar tidak berperan sebagai pengambil keputusan, melainkan seorang fasilitator dari rezim nasional yang memperlancar kebijakan-kebijakan.
“(Ganjar bertindak sebagai) pejabat yang ditempatkan di daerah untuk mempermulus segala macam kebijakan-kebijakan. Dia hanya sebagai fasilitator dari rezim nasional untuk mencari siapa-siapa saja yang bersepakat dengan mereka,” tegas Iwan.
Bersepakat dengan Iwan, NHS pun menimpali dengan jawaban serupa, bahwa Ganjar hanyalah seorang “agen nasional”.
“Dia hanya sebagai agen dari nasional,” ucap NHS.
Sementara itu, selama kasus Wadas ini berlangsung, Ganjar hanya beberapa kali turun ke sana. Pada kunjungannya yang akhir-akhir pun masyarakat Wadas masih menolak dengan memasang sejumlah spanduk penolakan.
Namun sayangnya, Satpol PP dan kepolisian mencopot paksa spanduk-spanduk itu karena mereka anggap provokatif. Itu menunjukkan bahwa Ganjar memang tidak betul-betul mendengar aspirasi rakyat.
“(Ganjar) sudah turun 3-4 kali, tapi terus diecukein masyarakat. Dia sudah seharusnya mendengarkan asprirasi dari rakyat,” tandas Iwan. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi