SEMARANG, beritajateng.tv – Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah meminta pemerintah menaikkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 sebesar 10,5 persen. Usulan ini disampaikan dalam rapat pleno yang berlangsung di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah, Rabu, 5 November 2025 sore.
Anggota Dewan Pengupahan dari Federasi Serikat Pekerja Industri Pertanian (FSPIP), Karmanto, mengatakan pihaknya telah mendengarkan paparan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang membahas uji publik revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Hari ini kami dari unsur Dewan Pengupahan Buruh Jawa Tengah mengadakan pleno tapi khusus untuk komisi pengupahan atau upah minimum. Untuk hari ini masih dalam tahap mendengarkan paparan dari Dirjen Kementerian Tenaga Kerja,” ujar Karmanto.
Menurutnya, disparitas upah antara Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur masih sangat lebar, sehingga perlu adanya keberpihakan dari pemerintah daerah terhadap upah minimum warganya.
“Buruh di Jawa Tengah ini disparitas upahnya sangat-sangatlah memprihatinkan dibanding Jawa Barat dan Jawa Timur. Untuk itu kami tetap memohon kepada pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar tahun 2026 upahnya bisa dinaikkan sebesar 10,5 persen, karena upah di tahun 2025 baru naik sekitar 6 persen,” jelasnya.
BACA JUGA: Masih Menunggu Regulasi UMP Jateng, Ahmad Luthfi Serap Aspirasi dari Buruh dan Pengusaha
Karmanto menilai, kenaikan 10,5 persen penting untuk memperkecil jarak upah antara Kota Semarang dengan kota-kota besar lainnya di provinsi lain.
“Perbandingan dengan kota metro yang lain, Kota Semarang khususnya, masih rendah upahnya,” jelas dia.
Ia juga berharap pemerintah bersikap bijak dalam menetapkan formula pengupahan yang baru seiring dengan perubahan regulasi.
“Saya berharap pemerintah ini bisa bijak, karena ada PP 36/2021 yang nantinya akan di ubah. Harapannya kondisi pengupahan khususnya di Jawa Tengah semakin baik. Karena upah minimum itu kan untuk buruh lajang di bawah satu tahun kerja,” katanya.
Karmanto menambahkan, paparan dari pemerintah pusat hari ini masih sebatas uji publik revisi kedua terhadap PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Paparan tentang RPP 36/2021 ini uji publik tentang RPP perubahan kedua. Pengesahannya belum pasti, jadi penetapan UMP tahun ini mungkin bisa menunggu pengesahan atau bisa mundur,” pungkasnya.
Sebut biaya hidup layak di Jateng butuh minimal Rp2,8 juta
Sementara itu, Anggota Dewan Pengupahan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia–Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI–KSPI), Pratomo Adinata, menegaskan, kesenjangan upah paling parah terjadi di Jawa Tengah.
“Kalau bicara disparitas paling parah, ya kita bisa lihat saja. Upah terendah itu ada di Jawa Tengah, Banjarnegara hanya Rp2,1 juta. Sedangkan yang tertinggi ada di Karawang. Ini sangat miris, terlebih lagi kalau kita bicara ibu kota, salah satunya Kota Semarang itu upah ibu kota yang terendah,” ujarnya.













