“Sebenarnya, dari Perpres lama nilainya (ganti untung, Red) kurang begitu mengakomodir kebutuhan masyarakat yang terkena dampak. Alhamdulillah dengan Perpres yang baru dengan appraisal ini bisa mendapatkan nilai kerohiman sesuai harapan masyarakat,” katanya.
Bahkan, di Kota Semarang 52 pemilik bidang lahan musnah bersedia menerima 100 persen. “Hanya saja ada 15 bidang tanah yang sengketa sehingga kami masih menunggu putusan,” jelasnya.
Menurutnya, dalam Perpres pencairan dana kerohiman pembangunan jalan tol ini tidak mengenal konsinyasi.
“Kalau ada konsinyasi, maka tanah-tanah sengketa itu uangnya bisa dititipkan ke pengadilan. Mereka bisa berproses hukum, setelah selesai (sengket), dari pengadilan bisa menyerahkan kepada mereka yang berhak,” bebernya.
Hanya saja, lanjut Sumarno, di Perpres ini tidak ada konsinyasi. “Kami sedang melakukan koordinasi dengan kejaksaan dan BPJN,” ungkapnya.
Berbeda dengan masyarakat Kota Semarang yang setuju 100 persen menerima keputusan appraisal, lanjut Sumarno, di Kabupaten Demak, masyarakat masih ada yang menolak.
“Padahal nilai uang kerohiman ini tidak beda jauh dari appraisal pengadaan tanah yakni Rp 500ribu permeter, ini sudah representatif. Mudah-mudahan warga di Demak yang belum terima bisa setuju,” harapnya.
Sebab, jalan tol tersebut selain memperlancar arus lalu lintas di jalur Pantai Utara Jawa, juga berfungsi sebagai penahan rob yang kerap menerjang wilayah bagian utara Semarang dan Demak.
“Saya pesan, tolong berhati-hati. Jangan sampai ada pihak yang mengambil keuntungan dari proses pencairan dana ini. Karena apa yang diserahkan hari ini merupakan hak mereka 100 persen,” pesan Sumarno. (*)
Editor: Elly Amaliyah