Danang menjelaskan, Pemerintah Kota Semarang saat ini telah memiliki sistem transportasi massal yang cukup memadai, seperti Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang, taksi daring, dan ojek daring. Karena itu, keberadaan bajaj belum termasuk dalam rencana pengembangan transportasi kota di Ibu Kota Jawa Tengah.
“Dalam perencanaan transportasi, kami belum ada pembahasan soal bajaj, belum ada kajian rutenya. Jadi kemungkinan besar akan kami larang,” imbuhnya.
Sementara itu, Walikota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, menegaskan bahwa pemerintah daerah sedang fokus mengembangkan transportasi ramah lingkungan.
Salah satu langkahnya adalah lewat pengembangan layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Pemkot ingin mengonversi armada BRT Koridor 1 menjadi bus listrik pada 2026.
“Kami lagi hitung kemampuan fiskal. Kalau kuat, tahun depan akan punya BRT listrik, sehingga tidak ada lagi cumi-cumi darat di Koridor 1,” ungkap Agustina.
Ia menambahkan, jika uji coba koridor listrik pertama berjalan sukses dan kondisi keuangan daerah mendukung, maka program tersebut memperluas penerapan ke koridor lain pada 2027.
Terkait keberadaan bajaj yang sudah beroperasi di Semarang, Agustina menyebut masih menunggu hasil kajian dari Dinas Perhubungan.
“Kami menunggu hasil kajian dari teman-teman dinas perhubungan untuk menentukan langkah selanjutnya,” tandasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah