“Saya memilih berobat dan hasilnya saya diagnosanya mengalami depresi. Selepas itu, saya keluar dari pekerjaan itu,” ungkapnya.
Setelah keluar dari pekerjaan, dia butuh satu tahun untuk memulihkan kondisinya. “Saya akhirnya juga memilih membuat laporan kasus ini supaya mendapatkan keadilan,” terangnya.
Pengakuan dugaan korban eskploitasi JRU Hub lainnya
Korban lain, Puspa (nama samaran), mengungkap bahwa selama bekerja dari Maret hingga Desember 2024, ia tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja.
“Mereka ada upaya untuk klaim hak milik karya ilustrator padahal gaji dan tunjangan begitu minim,” katanya.
Gaji yang ia terima hanya Rp2 juta per bulan tanpa kontrak resmi atau jaminan sosial. Ia juga menyebut adanya ketimpangan beban kerja antara ilustrator dan petinggi studio.
“Kami ilustrator sebagai tim produksi terbebani oleh timeline pekerjaan yang melewati batas setiap harinya,” katanya.
BACA JUGA: Melihat AI Bekerja: Sekitar Pro-Kontra Sampul Buku dengan Gambar Ciptaan Akal Imitasi
Menanggapi tudingan ini, JRU Hub melalui akun Instagram resminya menyampaikan permintaan maaf serta membuka kesempatan diskusi lebih lanjut.
“Kami siap terbuka untuk berdiskusi dan bertanggung jawab atas kekhilafan kami secara proporsional,” tulis akun tersebut.
Mereka mengundang pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk bertemu di Rumah Sasongko, Tinjomoyo, Banyumanik, Kota Semarang pada 24 Maret 2025. (*)