Terkait nama bacapres saat ini, baik Prabowo, Ganjar, maupun Anies, pemuka agama yang dekat dengan Cak Nun tersebut membenarkan bahwa seluruhnya memanfaatkan eksistensi tokoh agama.
“Ya, memang iya. Itu fakta bahwa kalau mendekati tokoh-tokoh agama dalam demokrasi boleh dan semua pihak melakukan itu. Ada yang menganggap eksploitasi agama padahal semuanya melakukan,” tuturnya.
Habib Anis Sholeh Ba’asyin: agama kerap jadi alat meraup suara
Baginya, tak ada satu pun politisi yang tidak memanfaatkan basis keagamaan dalam meraup suara. Hanya saja, hal itu kemudian menjadi tidak sehat saat narasi yang muncul dalam bentuk tudingan sepihak.
“Padahal realitas politiknya keduanya memanfaatkan dan memakai idiom-idiom agama. Kalau di Bali pasti akan memakai basis Hindu, siapapun itu, meskipun dia seorang muslim. Itu bahasa politik itu kan kalau demokrasi harus menarik simpati banyak orang. Dan yang paling gampang itu keagamaan,” paparnya.
BACA JUGA: Tanggapi Soal Ponpes Al-Zaytun Menistakan Agama, Ini Kata Ketua MUI Jawa Tengah
Bukan hal yang asing dan mengherankan jika agama menjadi pilihan politisi sebagai alat meraup suara mayoritas. Anis mencontohkan berbagai gerakan massa yang beberapa kali terjadi akibat adanya isu penistaan agama, baik oleh politisi maupun tokoh masyarakat.
“Eksistensi agama jika untuk meraih massa dalam politik atau kekuasaan sangat sangat berpengaruh. Studi sederhana, banyak persoalan ketidakadilan sosial dan ekonomi, ketika itu terungkap tidak menggerakkan massa. Tetapi ketika melecehkan agama itu bisa menggerakkan massa. Ketika orang menarasikan Ahok melecehkan agama, lihat saja reaksinya. Jadi agama itu yang paling gampang disentuh, karena itu jangan disentuh secara negatif,” pungkasnya. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto