Sumarno pun memahami jika peternak sapi terpaksa membuang susu tersebut karena waktu simpan yang sangat terbatas.
“Dari teman-teman [peternak sapi perah], mau gak mau juga harus dibuang [susunya] karena sudah rusak. Yang harus diperhatikan bagaimana [susu] itu terserap di industri pengolahan,” tegasnya.
Sumarno sebut kerja peternakan sapi kurang efisien, kenapa?
Menanggapi perihal solusi jangka pendek yang mampu Pemprov Jawa Tengah berikan, jawaban Sumarno tak jauh dari bagaimana agar peternak sapi perah mampu membuat susu tersebut terserap oleh pabrik maupun industri.
Dengan cara, kata dia, menggandeng industri atau pabrik olahan susu di daerah sekitar.
“Kita lagi mendorong untuk industri-industri yang ada di sana untuk meningkatkan penyerapan, karena posisinya itu kan ini susu mau perah atau tidak, sebetulnya kalau sudah terperah akan rusak,” beber dia.
BACA JUGA: Susu Ikan: Apa Kelebihannya Ketimbang Susu Sapi?
“Kalau tidak bisa terserap, tidak usah perah, problemnya itu [susu] kan jadi harapan tiap hari sebetulnya,” sambung Sumarno.
Bahkan, kata Sumarno, ia menilai peternak sapi perah di Boyolali belum bekerja secara efisien. Alasannya, kata dia, peternak sapi perah di Boyolali tak pernah menghitung biaya produksi.
“Kalau ngomong efisiensi, ya belum efisien. Karena saya juga mengalami, peternak sapi itu gak pernah menghitung biaya produksi, biaya tenaga gak hitung, biaya pakan ngambil dari kebun sendiri, itu gak efisien,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi