BRICS
Akronim BRIC, yang pada awalnya tidak mencakup Afrika Selatan, di ciptakan pada 2001 oleh kepala ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill, dalam sebuah makalah penelitian yang menggarisbawahi potensi pertumbuhan Brasil, Rusia, India, dan Cina.
Blok yang satu ini berdiri sebagai klub informal pada tahun 2009 untuk menyediakan platform bagi para anggotanya. Hal ini untuk menantang tatanan dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Baratnya.
Pembentukannya di prakarsai oleh Rusia.
Kelompok ini bukanlah organisasi multilateral formal seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, atau Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, sebelumnya telah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan kelompok ini. Hal ini sebagai sebuah sarana untuk memperkuat negara-negara berkembang dan memajukan kepentingan negara-negara yang disebut sebagai negara Selatan.
Kelompok BRICS kini memiliki 10 negara anggota, termasuk Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Lebih dari 40 negara, termasuk Iran, Arab Saudi, Argentina, Aljazair, Bolivia, Kuba, Republik Demokratik Kongo, Komoro, Gabon, dan Kazakhstan telah menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan forum ini, menurut ketua KTT 2023 Afrika Selatan.
Mereka memandang BRICS sebagai alternatif dari badan-badan global yang selama ini dipandang didominasi oleh kekuatan-kekuatan tradisional Barat. Serta berharap keanggotaannya akan memberikan manfaat, termasuk pembiayaan pembangunan, dan peningkatan perdagangan dan investasi.
BACA JUGA: Akui Belum Swasembada Susu dan Daging, Kementan RI Datangkan 2 Juta Sapi Hidup ke Indonesia per 2025
Melansir Antara, Kemlu RI mengatakan, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS merupakan cerminan atas semakin meningkatnya peran aktif RI di kancah global serta momentum untuk meningkatkan kerja sama multilateral.
“Indonesia memandang keanggotaannya di BRICS ini sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kolaborasi dan kerja sama dengan negara-negara berkembang lainnya, berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan pembangunan yang berkelanjutan,” sebut Kemlu RI. (*)