“Ada data-data yang menurut pemerintah selesai, namun menurut kami belum tuntas. Contoh, proses pailitnya Panamtex, itu menurut pemerintah sudah selesai karena ketok palu. Tapi menurut kami pembayaran hak belum selesai, di situ bisa jadi perbedaan data,” tegas Aulia.
Jawa Tengah PHK teringgi berhubungan dengan masifnya barang Tiongkok di pasar Indonesia?
Selain ketidaksesuain data PHK antara pemerintah dan KSPI, Aulia turut membeberkan alasan terjadi badai PHK di Jawa Tengah. Terlebih, badai PHK itu terjadi di industri garmen dan tekstil.
Berdasarkan analisa litbang KSPI, badai PHK tak terlepas dari munculnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 tentang Pelepasan Peti Kemas Barang Impor.
“Itu kan Permendag sebelumnya menahan itu, karena posisi produksi di dalam negeri overload. Namun di lapangan dilepas dengan Permendag itu,” terang dia.
Alhasil, barang tekstil dan garmen dari Tiongkok dan Korea Selatan membanjiri pasar dalam negeri.
Terlebih, kata dia, Tiongkok mampu menjual barang murah dengan kualitas yang layak jual. Selain itu, ada penurunan daya beli pada kelas menengah menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Produk Tiongkok cenderung lebih murah dan berkualitas. Persaingan itu terjadi di pasar. Perlu ingat penurunan daya beli di kelas menengah atas menurut BPS sampai 30 persen,” bebernya.
“Artinya ini memengaruhi tingkat daya beli konsumen di Jateng, termasuk buruh yang paling banyak tingkat konsuntifnya untuk membeli barang. Alhasil, produksi berkurang, bahan baku terhambat,“ sambung Aulia.
Aulia pun turut menyoroti alasan badai PHK yang selalu pemerintah beberkan. Tak jauh-jauh dari kondisi global, utamanya perang Rusia-Ukraina.
“Walaupun dari pemerintah mengatskan ini dampak global, perang Ukraina. It’s okay, itu menurut pemerintah,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi