SEMARANG, beritajateng.tv – Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) menyoroti langkah Polda Jawa Tengah (Jateng) yang menetapkan Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto sebagai tersangka dalam dugaan pemblokiran jalur Pantura usai Sidang Paripurna Hak Angket DPRD Pati yang menggagalkan pemakzulan Bupati Sudewo. Menurut KAPI, langkah tersebut merupakan bentuk serangan balik terhadap prinsip demokrasi.
Koordinator KAPI, Nasrul Dongoran, menilai tindakan penyidik tidak profesional dan melanggar prosedur hukum. Ia menuding polisi bertindak serampangan dalam menerapkan pasal-pasal KUHP untuk menjerat warga yang tengah menyampaikan aspirasi.
“Pertama, penyidik melakukan penangkapan terhadap warga yang tergabung dalam AMPB tanpa surat penangkapan. Kedua, penyidik tampak mencari-cari kesalahan demonstran dengan tuduhan menghalangi jalan atau melakukan penghasutan,” ujar Nasrul dalam keterangannya, Kamis, 6 November 2025.
Nasrul menambahkan, penerapan pasal-pasal pidana dalam kasus ini berpotensi menjadi “pasal karet”. Yang mana dapat di gunakan untuk mengkriminalisasi aksi demonstrasi di masa mendatang. Ia menilai, penerapan hukum semacam ini tidak sesuai dengan konteks kebebasan berekspresi yang undang-undang jamin.
“Dalam catatan KAPI, sejak aksi penolakan Omnibus Law Cipta Kerja tahun 2021 hingga aksi May Day 2025, Kepolisian kerap menggunakan pasal karet, seperti Pasal 216 KUHP, untuk menjerat massa aksi yang menyuarakan pendapatnya,” ungkapnya.
BACA JUGA: Polda Jateng soal Penipuan Kuota Kapolri, Akpol: Polisi Pekalongan Ngaku Punya Akses ke Pusat
Lebih lanjut, Nasrul mengingatkan bahwa penggunaan Pasal 192, Pasal 160, dan Pasal 169 KUHP sebagai dasar penetapan tersangka terhadap Botok dan Teguh bisa membuka ruang bagi aparat untuk bertindak sewenang-wenang, terutama terhadap warga yang melakukan demonstrasi.
Menanggapi hal tersebut, KAPI mendesak Presiden Prabowo untuk mengambil langkah tegas terhadap aparat penegak hukum di Jawa Tengah. Ada tiga poin tuntutan yang mereka sampaikan:













