Scroll Untuk Baca Artikel
Hukum & Kriminal

Kasus Kekerasan Seksual Digital di Kota Semarang Meningkat Signifikan, Begini Ragam Modusnya

×

Kasus Kekerasan Seksual Digital di Kota Semarang Meningkat Signifikan, Begini Ragam Modusnya

Sebarkan artikel ini
kekerasan seksual digital
Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko, saat ditemui di Gedung Monod Diephuis, Kamis, 12 Desember 2024. (Fadia Haris Nur Salsabila/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Kasus kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) atau kekerasan seksual digital di Kota Semarang mengalami kenaikan signifikan.

Setidaknya, ada 14 korban kekerasan seksual digital yang meminta bantuan ke LBH APIK Semarang sepanjang tahun 2024.

Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko, mengungkapkan, perkembangan teknologi digital telah membawa berbagai dampak positif.

Akan tetapi, teknologi digital juga dapat memunculkan kejahatan baru jika tidak digunakan dengan bijak. Salah satunya ialah kekerasan seksual digital.

BACA JUGA: LBH APIK Semarang Catat 102 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Selama 2024, KDRT Tertinggi

“Kalau kekerasan seksual berbasis elektronik yang kami dampingi rata-rata mereka korban mengenal pelaku lewat aplikasi, ada juga mantan pacar korban, atau tidak mengenal pelaku sama sekali,” kata Ayu usai rilis laporan Catatan Tahunan (Catahu) 2024 LBH APIK Semarang, di gedung Monod Diephuis, Kamis, 12 Desember 2024.

Ayu menyebut, modus dari pelaku kekerasan seksual digital juga beragam. Namun, kebanyakan yaitu permasalahan asmara.

Salah satu modusnya ialah berupa ancaman ketika pelaku tidak ingin diputuskan hubungan asmaranya. Pelaku mengancam menyebarkan video intim korban jika tidak ingin menuruti keinginannya.

“Rata-rata korban dari SMA, mahasisa hingga pekerja. Dari usia 20 hingga 35 tahun. Mereka menerima ancaman, intimidasi, hingga pemerasan,” katanya.

Sulit laporkan kekerasan seksual digital ke kepolisian

Lebih lanjut, dalam mendampingi kasus kekerasan seksual digital, LBH APIK melakukan beberapa tahapan, mulai dari pendampingan, pemulihan psikologis, hingga pelaporan.

Namun sayangnya, dari 14 kasus kekerasan seksual elektronik yang LBH APIK tangani, belum ada satu pun yang terselesaikan secara hukum pidana. Alasannya, polisi mengembalikan kasus kepada korban atau pendamping untuk mencari pelaku.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik di sini.

Tinggalkan Balasan