“Koperasi itu kan sebenarnya lembaga yang itu tumbuhnya secara natural. Namanya juga koperasi; kan dari, oleh, dan untuk masyarakat toh? Artinya, sebaiknya memang koperasi itu tidak tumbuh karena paksaan,” tegasnya.
Dalam hematnya, jika koperasi lahir karena paksaan, maka orientasinya tidak akan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Tugiman pun menilai risiko kegagalan semakin tinggi jika pengurus tak mendapat keterampilan manajemen yang memadai.
“Nah, itu yang bisa terjadi, nanti kalau ke depannya ini pemberdayaan, pelatihan pengurus tidak serius akan berisiko tinggi juga, karena tidak dari dan untuk masyarakat. Kalau dari dan untuk masyarakat, saya yakin itu akan mandirinya tinggi,” terangnya.
BACA JUGA: Kendala Bantuan Modal dari Pusat, Rencana Bupati Brebes Gunakan Dana Desa untuk Kopdes Merah Putih
Tak hanya itu, Tugiman turut menyoroti pendirian koperasi yang justru rawan bermasalah jika berjalan secara instan.
“Sekarang orang tidak tahu apa-apa terus jadi pengurus koperasi, ya kan? Orang juga dipaksa jadi anggota koperasi, padahal kan koperasi itu tumbuh secara natural. Catatan saya, harus ditingkatkan kapasitas pengelolaannya, kalau enggak, nanti akan berisiko tinggi,” bebernya.
Selain itu, Tugiman menekankan koperasi semestinya bertumpu pada kekuatan internal, seperti simpanan pokok, wajib, dan sukarela, sebelum mengandalkan dana pinjaman.
“Harusnya koperasi itu mengandalkan potensi internal dulu, simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela. Baru kemudian berjalan membutuhkan dana atau pinjaman sesuai kemampuan. Nah, sekarang kan formatnya tidak jalan, pengurusnya masih belum bisa mahir secara manajemen, nanti kalau dipinjami bisa jadi hilang duitnya. Lebih repotnya lagi,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi