“Butuh waktu dua bulan dan itu tiap hari bikin. Jadi tiap selesai pasti tes taste ke oma dulu, kurang apanya, ada yang ditambahin atau dikurangin nggak. Karena kurang sesuai sedikit aja, mereka tahu. Lidah mereka sensitif sekali,” ungkap Reinaldo.
Seiring berjalannya waktu, Reinaldo bisa melewati tantangan tersebut. Kini, ia yang bertugas membuat es krim setiap harinya.
“Es krim itu susah bikinnya karena dari panas ke dingin itu prosesnya jauh dan pasti ada perubahan rasa, ada rasa yang hilang. Misal kita coba saat panas, pas dingin bisa berubah,” lanjutnya.
Setengah tahun melanjutkan perjalanan Ice Cream Karimata, Reinaldo mengaku tak begitu khawatir terhadap persaingan usaha es krim di Semarang. Menurutnya, es krim adalah barang yang umum sehingga satu-satunya cara untuk bisa bertahan adalah dengan menjaga kualitas rasa.
“Makanan itu ada khasnya yang susah banget ditiru, apalagi ketika lidah orang sensitif, jadi tidak begitu khawatir. Asal kita bisa jaga produk sendiri,” jelas Reinaldo.
Mengaku serius menjalani usaha es krim, Reinaldo bahkan memiliki cita-cita untuk membuka beberapa cabang, baik di Kota Semarang, maupun di luar kota. Terlebih, sang ibu dan adik juga memiliki kedai es krim masing-masing di Bandung dan Jakarta.
“Saya pengennya sih punya cabang banyak, apalagi kalau bisa masuk di rumah makan sebagai hidangan dessert. Tapi untuk ke sana sepertinya memang masih jauh karena sekarang aja masih keteteran bikin sendiri,” imbuhnya. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto