Selain itu, ada juga penghuni yayasannya yang merupakan anak di luar hubungan pernikahan. Ada juga yang merupakan gelandangan.
Meski begitu, Agus tak memandang latar belakang mereka. Ia tak ingin menghakimi anak-anak tak berdosa itu layaknya masyarakat pada umumnya.
BACA JUGA: Ternyata Belum Berizin! Ini Biaya Kontrak Aghnia Punjabi dengan Yayasan Penyalur Suster
Dengan telaten, Agus menghidupi 20 penghuni tetap Yayasan Hati Bagi Bangsa dan puluhan anak asuh yang ada di luar yayasan. Alasannya, kata Agus, dirinya hanya berusaha melakukan sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan. Di antaranya sifat kasih sayang.
“Sanksi sosial lebih berat daripada hukuman Tuhan, apapun agamanya. Ibaratnya hukum manusia atau sanksi sosial itu sampe kita mati. Makanya kami tolong orang-orang yang istilahnya dibuang masyarakat, tertindas, tertolak,” ungkapnya.
Disinggung soal biaya sehari-hari, Agus enggan merincikannya. Misalnya, biaya sewa rumah saja mencapai Rp100 juta pertahunnya. Belum lagi biaya sekolah, makan, perlengkapan bayi, dan lain sebagainya.
Kendati demikian, Agus mengaku tak pernah meminta donasi. Ia juga tak tahu bagaimana bisa segala kebutuhan itu terpenuhi. Ia hanya bilang, semua berkat jalannya Tuhan.
“Ini semua punya Tuhan. Saya hanya sebagai hambanya. Kalau dibilang biaya dari mana, saya nggak tau dan nggak mau tau juga,” tukasnya. (*)
Editor: Farah Nazila