Ia menilai, hadirnya program makan siang gratis mampu membantu nelayan di Jawa Tengah.
“Program makan siang gratis ini bagus banget ya, selain menyerap hasil nelayan juga membiasakan anak SD makan ikan,” sambung dia.
Produksi ikan Jateng tembus 940 ribu ton, yang terserap pasar lokal hanya 30 persen
Lebih lanjut, Fendiawan mengungkap produksi ikan tawar dan laut di Jawa Tengah pada 2023 tembus 940 ribu ton. Jumlah itu ia perkirakan akan sama pada tahun 2024.
Dari 940 ribu ton, kata dia, yang terserap di pasar lokal Jawa Tengah menyentuh 20 hingga 30 persen. Sisanya dikirim ke provinsi lain hingga luar negeri.
“Kalau untuk pasar lokal 20-30 persen, karena memang banyak juga yang kita kirim ke Jogja, ada yang ke Jakarta, Surabaya, Lampung,” tuturnya.
Konsumsi ikan tertinggi se-Jawa Tengah, tutur Fendiawan, dipegang oleh warga Pantura, dengan konsumsi rata-rata di atas 40 kilogram. Adapun daerah itu ialah Rembang dan Pati.
BACA JUGA: Agustina Wilujeng Janjikan Reward untuk ASN dan Perbaikan Kinerja Pelayanan di Semarang
Sementara konsumsi ikan terendah adalah Jawa Tengah bagian selatan. Sehingga, pihaknya ingin membuat tempat penyimpanan ikan untuk mempermudah masyarakat Jawa Tengah bagian selatan agar bisa mengonsumsi ikan.
“Kita mencoba ingin buat cool storage di kab/kota, sehingga ikan di Pantura dan Pansela bisa disimpan. Di 35 kabupaten/kota, konsumsi ikan di atas 40 kg ada di Pantura, Rembang, Pati. Tapi di tengah hanya 20-25, kalau di rata rata hanya dapat 38. Tugas kita untuk sosialisasikan gemar makan ikan. Mulai dari anak SD, ibu hamil, itu sebagai solusi untuk mengatasi stunting di Jateng,” tandas dia. (*)
Editor: Farah Nazila