SEMARANG, beritajateng.tv – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, menerima suap dan gratifikasi yang totalnya sebesar Rp9 miliar.
Tak tanggung-tanggung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Rio Vernika Putra mendakwa Mbak Ita dan Alwin atas tindak pidana suap dan gratifikasi yang terjadi di tiga perkara berbeda.
Ia menjelaskan, pada dakwaan pertama, Mbak Ita dan Alwin Basri menerima uang suap dari proyek pengadaan barang dan jasa. Adapun suap itu di berikan oleh Martono selaku Direktur PT Chimader 777. Juga Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
“Telah menerima uang sebesar Rp2 miliar dari Martono selaku oenerima manfaat dari PT Rama Sukses Mandiri dan PT Chimader 777, dan menerima uang sebesar Rp1,75 miliar dari Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT DekabSari Perkasa,” kata jaksa dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin, 21 April 2025.
BACA JUGA: KPK Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Mbak Ita dkk ke Pengadilan Tipikor Semarang, Sidang Menanti
Jaksa menjelaskan, atas uang tersebut, Alwin Basri menjanjikan Martono dan Rachmat Utama Djangkar memperoleh proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Semarang pada tahun 2023.
Martono kemudian membayar komitmen fee dua kali masing-masing sebesar Rp1 miliar. Menurut Jaksa, uang Rp1 miliar akan digunakan untuk membiayai pelantikan Mbak Ita sebagai Wali Kota Semarang.
“Terdakwa Alwin Basri meminta komitmen fee sebesar Rp1 miliar untuk keperluan biaya pelantikan Hevearita G. Rahayu sebagai Wali Kota Semarang,” tegas jaksa.
Di sisi lain, Mbak Ita dan Alwin Basri mendapat uang dari Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa sebesar Rp1,7 miliar. Sebagai gantinya, proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi sekolah senilai Rp20 miliar di berikan kepada Rachmat Utama Djangkar.
Dakwaan kedua Mbak Ita dan Alwin Basri
Lebih jauh, pada dakwaan kedua, jaksa mendakwa Mbak Ita dan Alwin Basri bersama dengan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, memotong pembayaran pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan di organisasi tersebut. Jaksa menyebutnya sebagai “iuran kebersamaan”.