SEMARANG, beritajateng.tv – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah (Jateng) Paulus Widiyantoro akan mengantisipasi kasus ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 lalu.
Hal ini disampaikannya saat menghadiri acara Aspirasi Jateng yang turut dihadiri oleh Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jateng Mohammad Saleh dan Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Provinsi Jateng Anik Sholihatun.
“Antisipasi yang dilakukan KPU itu mulai dari Pilkada 2020 lalu. Ada pembatasan usia. Usia untuk menjadi KPPS itu 50 tahun tanpa komorbid,” papar Paulus saat menjadi narasumber Aspirasi Jateng yang bertemakan ‘Mencari Pemilih Cerdas di Tahun Politik’ tersebut, Selasa 23 Mei 2023.
Ia membenarkan sebanyak 800 penyelenggara Pemilu yang mayoritas dari KPPS dan pengawas meninggal dunia pada 2019 silam. Tak menyebut angka pasti, Paulus menuturkan bahwa di Jateng sendiri ada sekitar 36 atau 37 orang yang meninggal saat proses Pemilu 2019 berlangsung. Ketika awak media beritajateng.tv terkait penyebabnya, Paulus menyebut hasil riset berdasarkan dua lembaga.
“Ada dua lembaga yang mengadakan riset kenapa meninggal. Hasilnya itu nomor satu adalah faktor usia, rentang usia 50 ke atas, itu yang banyak. Lalu yang meninggal itu punya komorbid, jantung, hipertensi, diabetes. Itu juga penyumbang terbesar dari yg meninggal. Faktor lain itu lelah dan punya komorbid usia segitu,” papar Paulus.
KPPS banyak meninggal, KPU Gandeng Pihak Kesehatan
Paulus menuturkan bahwa saat Pemilu 2019 berlangsung, tidak memungkinkan bagi KPU untuk mensyaratkan tes kesehatan yang lengkap bagi KPPS karena faktor biaya.
“Kalau dulu kan honor KPPS hanya 400,300,500, ya. Sangat tidak memungkinkan KPU mensyaratkan tes yang lengkap, karena tes kesehatan lebih dari 600 ribu kan,” tandas Paulus.
“Sehingga waktu itu hanya surat sehat dari puskesmas dan saat itu kebanyakan hanya berat badan, tinggi badan, dan tensi, itu yg terjadi. Atau kalau jauh dari puskesmas cukup dengan surat pernyataan yang menyatakan saya sehat. Sangat tidak mungkin untuk menuntut,” tambahnya.
Tak ingin kejadian kelam itu terulang, KPU melakukan refleksi melalui Pilkada 2020. Menurut keterangan Paulus, pihaknya menggandeng Pemerintah Daerah (Pemda), khususnya dalam memberikan dukungan berupa fasilitas kesehatan yang lengkap. Kerja sama itu pun berbuah baik dan akan terlaksana di Pemilu 2024 mendatang.
“Dan itu menjadi sangat berkurang yang masalah kesehatan. Di Pemilu 2024 kita akan seperti itu, kita akan menggandeng Pemda untuk tes kesehatan dan itu bukan hanya formalitas. Pembatasan usia dan tanpa komorbid itu jadi hal terpenting,” tegasnya.
Selain memperbaiki dari persyaratan dan tes kesehatan KPPS, KPU juga menyoroti dalam hal teknis. Adapun KPU sedang merancang simulasi melalui dua panel untuk perhitungan suara nanti.
“Perhitungan simulasi dengan dua panel, panel A dan panel B dalam satu TPS, itu lebih cepat perhitungannya. Misal ini panel A perhitungan Pilpres dan DPD, panel B ada DPRD, DPR RI, DPR Kabupaten/Kota. Kan saksinya juga berbeda, Pilpres dan DPD itu kan saksinya sendiri,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sebanyak 894 pertugas meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit saat Pemilu 2019 lalu. Ketua KPU Arief Budiman memaparkan data ini saat menghadiri acara bertajuk ‘Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan Serentak 2020’ di Kantor KPU Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 22 Januari 2020 silam (*).
Editor: Andi Naga Wulan.