Politik

Kritik Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Adi Prayitno: Apa Kabar Nasib Kepala Daerah dan DPRD?

×

Kritik Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Adi Prayitno: Apa Kabar Nasib Kepala Daerah dan DPRD?

Sebarkan artikel ini
Pemilu Nasional
Pengamat politik Adi Prayitno dalam salah satu video di kanal YouTube-nya. (Foto: YouTube/Adi Prayitno Official)

SEMARANG, beritajateng.tv – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029 menuai sorotan tajam.

Pengamat politik Adi Prayitno, dalam kanal YouTube-nya Adi Prayitno Official pada Sabtu, 28 Juni 2025, menilai bahwa keputusan ini tidak menyentuh akar persoalan demokrasi di Indonesia.

“Kalau kita jujur, kualitas Pemilu itu tidak tergantung pada serentak atau terpisahnya jadwal,” ujar Adi.

Ia menekankan bahwa penyebab utama rendahnya mutu Pemilu adalah politik uang, penyalahgunaan aparat, dan tidak netralnya penyelenggara. “Politik uang itu kanker dalam sistem demokrasi kita,” tegasnya.

BACA JUGA: MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Terpisah, Arief Hidayat: Praktiknya Selama Ini Kurang Ideal

Adi menyebut praktik mobilisasi aparatur negara sebagai persoalan lama yang terus berulang. “Selama masih ada oknum aparat untuk pemenangan, jangan harap kualitas Pemilu membaik,” katanya.

Ia menambahkan, penyelenggara juga sering kali tidak independen. “Genit menjadi bagian dari tim sukses,” sindir Adi.

Ia juga menyoroti kekosongan kekuasaan akibat pemisahan Pemilu. Kepala daerah dan DPRD masa jabatannya berakhir 2029, sedangkan Pemilu lokal baru berlangusng sekitar 2031.

“Pertanyaannya, mau diapakan mereka? Perpanjang atau tunjuk PJ?” tanya Adi.

BACA JUGA: MK Tetapkan Pemilu 2029 Nasional dan Lokal Terpisah, Ini Kata Pengamat Politik Adi Prayitno

Menurutnya, penunjukan pejabat sementara bertentangan dengan prinsip demokrasi. “Kepala daerah itu dipilih rakyat. Kalau penunjukan, artinya menyalahi mandat,” ucapnya.

Adi juga mempertanyakan legitimasi DPRD bila masa jabatannya ada perpanjangan tanpa Pemilu. “Mereka tak bisa lagi mengklaim mewakili rakyat,” jelasnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Adi mengusulkan pembentukan Undang-Undang Pemilu yang tak bisa sembarangan mengubahnya. “Bikin seperti KUHP, terkunci selama 20 sampai 40 tahun,” sarannya.

Ia menegaskan bahwa perbaikan Pemilu tak cukup pada hal teknis. “Jangan lagi ada politik uang, jangan ada penyalahgunaan bansos, jangan libatkan aparat. Itu yang paling mendasar,” pungkasnya. (*)

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan