Karena pilihan hidup itulah, ia merasakan cambuk sukses dari getirnya sebuah perundungan. “Gara-gara itu, pernah saya pas SD baru masuk sekolah jam 11 siang dan itu diliatin banyak temen. Dari situ kadang kena bully, tapi nggak apa-apa, alhamdulillah saya jadi kuat dan bisa berprestasi,” tambahnya.
Bukan hanya kena bully, Reihan juga mengaku sempat tidak mendapatkan dukungan dari sekolah, meski mendapatkan berbagai penghargaan di cabang olahraga tersebut.
“Dulu pas awal-awal dapat piala, pihak sekolah tuh masih kayak ‘apa sih’ gitu. Tapi ya ndakpapa, keluarga tetap support dan alhamdulillah itu yang bikin saya juga makin semangat,” tegas Reihan yang mengaku pernah menangis karena di-underestimated.
Kini, Reihan telah membuktikan bahwa pilihannya untuk fokus di dunia golf tidak sia-sia.
Bahkan, dia pernah mencetak rekor sejarah Champion Match Play sebagai perwakilan Jawa Tengah di tahun 2019 dan menjadi juara termuda.
Saat ini, Reihan juga tergabung sebagai salah satu atlet Program Semarang Emas (PSE) di bawah naungan KONI Kota Semarang.
Semangat Reihan untuk membuktikan bahwa dunia yang dipilihnya ini sangat inspiratif.
Dia tahu apa yang dia mau, dia paham potensi dirinya, dan dia pun tidak enggan untuk melawan arus omongan miring orang lain guna mengejar mimpinya.
Semoga kisah Reihan dapat kita jadikan pengingat bahwa, mimpi yang tidak pernah diperjuangkan adalah mimpi yang tidak akan pernah terwujudkan. (Ak/El)