Lana juga angkat bicara, dalam diskusi yang juga menjadi agenda Pertemuan Tahunan LPS dan Stakeholders ini. Lana mengatakan bahwa pengaturan UU P2SK terjadi sejak perubahan UU No 24/2004 tentang LPS.
Perubahan kelembagaan yaitu organ LPS sama dengan Dewan Komisioner (DK), pembidangan tugas DK, pembentukan Badan Supervisi LPS, juga Anggota Dewan Komisioner yang dipilih DPR.
UU P2SK tegaskan fungsi LPS
Menurut Lana, ada penguatan dan penambahan kewenangan LPS. Yaitu pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), Pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP), dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.
BACA JUGA: Perbankan Global Terguncang, Bagaimana Dampak ke Indonesia? Ini Kata LPS
Lana menilai keberadaan UU ini jelas akan memberikan banyak pengaruh dan penyesuaian pada visi-misi juga penguatan SDM.
“Termasuk regulasi, infrastruktur dan sistem IT sebagai bagian transformasi selama masa transisi dan mudah-mudahan terus dinamis lima tahun ke depan,” katanya.
Fungsi LPS berdasarkan UU P2SK ini adalah menjamin simpanan, menjamin polis, turut aktif memelihara Stabilitas Sistem Keuangan, melakukan resolusi bank dan likuidasi perusahaan asuransi.
“Kita harus terus menanamkan awareness kepada nasabah dan masyarakat luas,” imbuhnya.
Didik Madiyono memaparkan tentang Resolusi Bank khususnya dalam alur penanganan dan Penyelesaian Bank sesuai UU P2SK. Yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi.
“Rencana resolusi ini semua bank wajib membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita sosialiasi untuk penyusunannya. Karena mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal. Jadi pendekatan kita adalah dalam usaha penyehatan,” ujarnya. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto