SEMARANG, beritajateng.tv – Ratusan aktivis mahasiswa lintas kampus di Jawa Tengah yang tergabung dalam wadah Mahasiswa dan Pemuda Pembela Rakyat (MASDAR) menggelar deklarasi dukungan kepada Sudaryono maju sebagai Calon Gubernur Jateng 2024.
Dukungan ini lantaran Sudaryono yang juga Ketua DPD Partai Gerindra Jateng itu mampu menjadi sosok yang bisa mengatasi berbagai persoalan di Jateng. Antara lain, soal upah murah, pendidikan, dan kesetaraan gender.
“UMK (upah minimum kabupaten/kota) di Jateng masih memprihatinkan. Kami menilai Bapak Sudaryono mampu mengatasi persolan UMK tersebut,” kata Faris Balya, mantan Presiden Mahasiswa UIN Walisongo, di Bento Kopi, Semarang.
BACA JUGA: Ribuan Petani Kumpul di Semarang, Deklarasi Sudaryono Maju Gubernur Jawa Tengah
Menurutnya, persoalan UMK di Jateng harus benar-benar memperhatikan. Sebab, kata Faris, hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
Apalagi, lanjut Faris, dibanding provinsi lain di Pulau Jawa, upah di Jateng masih tergolong murah. Bahkan besaran UMK di Jateng jauh lebih kecil dari Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jakarta.
“UMK di Jawa Tengah paling tinggi Kota Semarang, Rp3.243.969. Sementara UMK terendah Kabupaten Banjarnegara, Rp2.038.005. Jumlah ini tentu secara keseluruhan kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Jateng,” ujar Faris.
Adapun Ayu Wanovika, mahasiswa dari Universitas Semarang (USM), menyoroti seputar isu pendidikan di Jateng yang masih banyak harus di benahi. Ayu mengatakan masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) mengakibatkan banyak mahasiswa di Jateng menjadi kesulitan mengakses pendidikan.
“Persoalan pendidikan memang sangat kompleks. Mulai dari fasilitas pendidikan, tenaga pendidik, hingga biaya pendidikan. Ini harus menjadi perhatian serius apabila Jateng ingin mengejar ketertinggalan dari provinsi lain,” ucapnya.
Sementara, perwakilan Universitas Wahid Hasyim, Fanny, menyoroti problem politik di Jateng yang selama ini masih bias gender.
Bentuk Partisipasi Pemuda
“Perempuan harus diberikan ruang seluas-luasnya di bidang politik. Kurangnya kesertaan gender dan partisipasi perempuan dalam politik harus di perhatikan,” kata Fanny.