“Modusnya, para santri tersebut di iming-imingi rokok dan reward berupa perlakuan istimewa dari pengasuh Ponpes yang bersangkutan,” jelasnya dalam konferensi pers di Mapolres Semarang.
Sedangkan di pondok pesantren MH, lanjut Ratna, dugaan tindak pidana pencabulan di lakukan pada awal Februari 2025. Modusnya hampir sama terhadap dua santriwati yang masih berusia 11 dan 13 tahun.
BACA JUGA: Kasus Ibu Guru Grobogan Berbuat Mesum, Korban Siswa SMP Kini Trauma dan Pindah Sekolah
Terkait dengan kasus ini, Polres Semarang bersama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Perempuan dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Semarang telah memberikan pemenuhan hak para korban anak.
Termasuk melibatkan Dinas Sosial Kabupaten Semarang dan juga Psikologi Forensik Rumah Sakit (RS) Ken Saras. Hal ini guna melakukan pendampingan kepada para korban.
“Hal ini di lakukan dalam rangka melakukan upaya-upaya rehabilitasi psikologis para korban. Agar tidak mengalami trauma yang berkepanjangan,” tegas Kapolres Semarang.
AKBP Ratna juga mengapresiasi peran masyarakat dalam melaporkan kejadian tindak pidana. Terutama dalam hal tindak pidana asusila. Sehingga dapat mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak.
“Langkah ini juga diambil dalam rangka melindungi generasi muda penerus bangsa. Agar para remaja tersebut dapat memperoleh hak-haknya dengan baik,” tandas Ratna. (*)
Editor: Farah Nazila