POHUWATO, beritajateng.tv – Kehidupan Suku Bajau di Torosiaje terkenal akan kemampuan mereka sebagai nelayan ulung dalam mencari ikan, keahlian menyelam tanpa menggunakan alat bantu, serta kemampuan mereka dalam membaca tanda-tanda alam untuk mengetahui berbagai hal.
Perjalanan menuju kampung pengembara laut ini memakan waktu sekitar tujuh jam dari pusat Kota Gorontalo. Perjalanan menggunakan jalur darat dan berlanjut dengan mengendarai ojek perahu selama lima hingga 10 menit dari Dermaga Torosiaje.
Pada tahun 1901, Belanda mencanangkan pembangunan perkampungan di atas air di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato. Perkampungan para pengembara laut ini terletak di ujung barat Provinsi Gorontalo dan berbatasan dengan Sulawesi Tengah.
Saat itu, hanya terdapat empat unit rumah panggung yang Suku Bajau miliki di perairan Torosiaje. Sedangkan warga lainnya masih tinggal di atas rumah perahu secara nomaden atau berpindah-pindah.
Perkampungan Suku Bajau ini memiliki luas keliling sekitar 3.000 meter persegi, dan setiap rumah terhubung oleh jembatan kayu selebar dua meter yang masing-masing diberi nama jalan.
Kepala Desa Torosiaje, Uten Sairullah, menjelaskan bahwa profesi utama warga Suku Bajau adalah nelayan, beberapa di antaranya menjadi tukang perahu dan tukang bangunan. Perahu menjadi sarana transportasi utama bagi 441 kepala keluarga atau sekitar 1.489 jiwa yang tinggal di desa tersebut.
Hampir setiap keluarga memiliki perahu sebagai pengganti motor atau mobil, seperti halnya orang-orang yang tinggal di daratan.
Perahu juga memegang peranan penting dalam berbagai ritual adat suku ini. Budaya leluhur masih sangat kental terasa, seperti tradisi, ritual, dan pantangan yang masih masyarakat Suku Bajau Torosiaje pegang teguh.
BACA JUGA: Pengen Healing? Ini 10 Destinasi Wisata Semarang yang Harus Kamu Kunjungi
Kembangkan Perkampungan Bajau Torosiaje
Pemerintah Kabupaten Pohuwato turut serta dalam pengembangan perkampungan Bajau Torosiaje. Berbagai program telah dilaksanakan, mulai dari peningkatan perekonomian masyarakat melalui sektor perikanan, pembangunan sekolah, fasilitas umum, kesehatan, internet gratis, hingga pengembangan sektor pariwisata.
Pada tahun 2007, perkampungan Suku Bajau di atas laut tersebut ditetapkan sebagai Desa Wisata Bahari. Langkah tersebut diambil oleh pemerintah daerah karena Torosiaje memiliki segala keindahan alam yang diinginkan oleh para wisatawan.
Saat memasuki kampung ini, wisatawan akan langsung disuguhkan dengan pemandangan hijaunya hutan bakau serta pengalaman menaiki perahu tanpa kayu penyeimbang di bagian kanan dan kiri.
Di pagi hari, cahaya Matahari yang menerobos dari balik bukit menciptakan suasana yang sempurna untuk memulai hari. Aktivitas masyarakat pun mulai ramai, terdengar deru mesin tempel di perahu yang menandakan bahwa Desa Torosiaje telah bangun dari tidurnya.
Air laut yang berwarna biru seolah menghipnotis wisatawan yang datang. Sementara angin sepoi laut membuat kita tak sadar bahwa kita sedang berada di atas laut, karena mampu melawan terik Matahari.
Tak hanya keindahan alam, aktivitas masyarakat juga menjadi daya tarik tersendiri, mulai dari penjual barang kebutuhan pokok yang berkeliling menggunakan perahu, pasar terapung, pembuatan dan perawatan perahu, hingga berbagai hal menarik lainnya.
Saat senja tiba, cahaya emas menjelang Matahari terbenam memberikan pemandangan mewah ketika langit berpadu dengan permukaan air. Desa ini bersiap untuk memberikan sensasi malam yang syahdu dengan ribuan lampu yang menerangi setiap rumah yang terhubung oleh jembatan kayu.
Bagi para wisatawan yang ingin merasakan sensasi tinggal di rumah yang terletak di atas laut, seperti dalam film “Avatar II The Way of Water”, tersedia homestay dan penginapan dengan harga terjangkau mulai dari Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per malam.
Desa Wisata Bahari Pikat Hati Para Wisatawan
Dalam upaya pengembangan pariwisata di Desa Torosiaje, Provinsi Gorontalo, Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Pohuwato bekerja sama untuk mengembangkan wisata bahari.
Salah satu upaya yang mereka lakukan adalah menyediakan fasilitas alat selam untuk snorkeling dan menyelam di Pulau Karang. Itulah yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
Bantuan dari Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Gorontalo juga turut membantu pengembangan Desa Wisata Torosiaje melalui program “Dedikasi untuk Negeri”.