SIAPA sih, yang tidak pernah mendengar istilah Alpha Female? Ya, istilah ini sebenarnya sudah lama eksis, namun sempat viral di media sosial pada tahun 2023 lalu. Salah satunya di X, seorang pengguna menanyakan apa maksud dari istilah tersebut. Bahkan, tak sedikit pula yang mengklaim sebagai Alpha Female.
“Menurut kalian wanita seperti apa yg di maksud dg alpha female? Kok banyak sekali yg mengclaim sebagai seorang alpha,” tulis pengunggah di X.
Beberapa warganet yang melihat unggahan tersebut turut mengutarakan pendapat mereka.
“Liat aja contoh konkret dahlia poland, Inara, Natasha Rizky dan mungkin ibu kalian sendiri …itu contoh Alpha Female, cowok menyakiti mereka, tapi abis itu mereka ga menye2. Melanjutkan hidup , life must go on. Cowok mau selingkuh mau gimana tttp maju kerja keras buat masa depan,” ungkap seorang pengguna X, pada tahun 2023 lalu.
Jika kamu pernah merasa harus menjadi seorang Alpha Female, wajar-wajar saja. Coba, siapa yang tidak mau dilekatkan dengan citra perempuan dominan, aktif, mandiri, percaya diri dan cerdas? Dalam budaya pop, perempuan macam ini sering diwakilkan oleh karakter-karakter keren. Seperti Katniss Everdeen (The Hunger Games), Hermione Granger (Harry Potter), atau Scarlett O’Hara (Gone with The Wind). Mereka tervisualisasi melalui ‘para perempuan’ pemimpin, politikus atau CEO.
BACA JUGA: Film Viral ‘The Substance’: Pembantaian Emosional Menopause yang Gila
Istilah Alpha Female ini pun juga sering diagung-agungkan banyak orang, terlebih perempuan, sehingga tak heran jika buku-buku tentang panduan untuk menjadi Alpha Female laku keras. Tema pembahasannya pun beragam, mulai dari tips berkencan, tips menjalin ikatan pernikahan, hingga tips ‘ampuh’ meniti karier.
Beberapa buku diantaranya yang masih saya ingat tentang panduan untuk menjadi Alpha Female adalah buku dari penulis Indonesia, Henry Manampiring, dengan judul bukunya ‘The Alpha Girl’s Guide: Menjadi Cewek Smart, Independen, dan Anti Galau’ (2017) dan buku ‘Why Men Love Bitches'(2002) karya Sherry Argov. Kedua buku ini sama-sama laris keras.
Jujur saja, sejak Filosofi Teras, saya sangat menyukai gaya penulisan Henry Manampiring; ia dapat menjelaskan konsep sebuah filosofi dengan gaya yang santai dan dapat banyak pembaca jangkau, gampangannya, dia mampu ‘menghargai setiap level pemahaman pembaca’. Namun, sayangnya, saat mencoba membaca karya lain miliknya, ‘The Alpha Girl’s Guide’, saya merasa kurang nyaman dengan ideologi yang ia sampaikan kepada para pembaca. Buku ini pada dasarnya adalah buku self-development yang membahas soal tips apa saja yang harus perempuan lakukan agar bisa menjadi Alpha Female.
Dalam buku ini, Henry menulis bahwa Alpha Girl adalah perempuan ideal dan kuat, konsep dari Alpha ini cenderung menggambarkan kemandirian yang ketekunan yang hanya milik laki-laki saja. Sementara itu, pemberdayaan terhadap perempuan di lakukan melalui hal-hal yang justru menghalangi mereka untuk lebih unggul. Dari sini, Henry melanggengkan bias gender, karena konsep Alpha tersebut. Ini secara tak langsung menempatkan Alpha Female sebagai perempuan yang memilih untuk mengubah diri seutuhnya untuk menjadi maskulin. Sebab terdapat ideologi bahwa feminitas hanya akan membuat perempuan terlihat lemah jika terbandingkan oleh laki-laki.