SEMARANG, beritajateng.tv – Ratusan warga dan pengunjung yang memadati pelataran Goa Kreo, Kota Semarang langsung menyerbu gunungan setinggi 2,5 meter, Sabtu, 20 April 2024 pagi. Gunungan yang berisi sego kethek (nasi monyet) itupun ludes seketika.
Sebenarnya, sego kethek merupakan hidangan sederhana. Berisikan nasi putih sekepal, lauk sayuran, tempe, tahu, dalam bungkusan daun jati. Namun, sego kethek memiliki makna dan filosofi yang mendalam.
“Kenapa sego kethek, karena kita masih mengutamakan budaya gotong royong, kalau orang Jawa, kethekan itu kita bawa sesuatu digotong bareng-bareng, estafet,” kata Syaeful Ansori, Ketua Pengelola Desa Wisata Kandri usai kegiatan.
Syaeful menjelaskan, sego kethek merupakan nasi khas dari Desa Wisata Kandri. Penamaan ‘kethek’ atau monyet sendiri berdasarkan penghuni Goa Kreo yang memang mayoritas monyet ekor panjang.
BACA JUGA: Mudik 2024 Banyak Rekor, Pengamat: Maknanya Bergeser, Ritual Keagamaan Jadi Budaya Umum
Sementara nama ‘sego kethek’ merupakan nama yang Kepala Dinas Pariwisata Kota Semarang berikan pada tahun 2012 sebagai daya tarik Desa Kandri yang saat itu baru saja terpilih menjadi desa wisata.
“Waktu itu penyajian belum dijadikan satu, masih sendiri-sendiri nasi dan lauknya, karena belum ada namanya akhirnya oleh Bu Nur Jannah dinamakan sego kethek atau nasi kethek,” lanjutnya.
Ritual Sesaji Rewanda
Gunungan nasi kethek sendiri merupakan bagian dari ritual Sesaji Rewanda yang seluruh masyarakat Desa Kandri adakan rutin H+3 Hari Raya Idul Fitri.
Adapun ritual ini menggambarkan perjalanan Sunan Kalijaga dalam mencari kayu jati untuk pembangunan Masjid Agung Demak. Tak heran jika dalam rangkaian arak-arakan terdapat replika batang kayu jati yang menggambarkan kayu yang Sunan Kalijaga ambil.
Respon (1)