“Kalau buku keluaran iuran kebersamaan saya memerintahkan untuk merusaknya dari mana mereka bisa merinci,” ujarnya.
Baginya, pengakuan para saksi terbilang aneh karena bisa merinci dengan lengkap catatan iuran kebersamaan tersebut. “Mereka bisa menjelaskan secara rinci tanggal, jumlah dan tempatnya saat diterima penyidik,” ungkap Mbak Ita.
Selain itu, Mbak Ita juga menyinggung Indriyasari, Kepala Bapenda Kota Semarang soal tas yang digunakan untuk membawa uang.
Padahal, uang yang Mbak Ita terima telah ia kembalikan sebelum adanya pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kata Kepala Bapenda dan Kabid-kabid menyatakan untuk jaga nama baik walikota. Justru mereka yang memiliki niat jahat atau menjebak saya karena ingin saya ada di sini,” lanjut dia.
“Yang aneh saat uang dikembalikan ke KPK, kepala Bapenda berbohong soal tas. Apakah itu bukan akal-akalan kepala Bapenda jebak saya,” ujarnya.
BACA JUGA: Fakta Persidangan, Ini Alasan Mbak Ita Kembalikan Iuran Kebersamaan ke Bapenda
Untuk itu, Mbak Ita berkesimpulan bahwa pegawai Bapenda Kota Semarang memiliki niat jahat dan ingin ia duduk di pengadilan.
“Dan anehnya kenapa uang kembalian saya malah dimasukkan ke dalam bank atas nama pribadi kepala bapenda. Bahkan, saya juga dilapori uang pengembalian saya digunakan untuk ke Bali,” bebernya.
Bahkan, lanjutnya, kepala Bapenda pamit ke Singapura bersama-sama Kabid, bahkan tim EO mereka.
“Apa mungkin mereka pakai uang pribadi untuk kegiatan seperti itu?,” tanya Mbak Ita.
“Saya justru tidak tahu menahu masalah iuran, jumlahnya serta pemanfaatannya. Malah harusnya kepala Bapenda dan Kabid yang hanya memotong insentif pegawai yang semestinya jadi tersangka. Karena mereka menikmati uang tersebut secara luasa, apa itu juga tidak ikut memeras,” lanjutnya. (*)
Editor: Farah Nazila