Lebih jauh, Prof. Firmansyah mendorong keterlibatan langsung industri dalam pendidikan vokasi, termasuk melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Industri dapat berkontribusi dalam pengajaran dan penyediaan laboratorium, sehingga lulusan siap kerja tanpa perlu pelatihan ulang.
“Kalau industri ikut mengajar dan bantu lab, lulusan SMK itu sudah siap pakai. Bahkan sertifikasinya bisa langsung dari sekolah, tersertifikasi BNSP,” ujarnya.
Selain keterampilan jangka pendek, ia juga menekankan pentingnya perubahan mindset jangka panjang, yang harus dimulai sejak pendidikan dasar.
BACA JUGA: Pegadaian Kanwil XI Kembangkan Talenta Muda Lewat Kelas Industri di SMKN 1 Petarukan
Kurikulum kewirausahaan, menurutnya, perlu pengenalan sejak dini bukan sekadar mengajarkan berdagang, melainkan membentuk pola pikir kreatif dan inovatif.
“Tujuannya agar anak-anak ini kelak bukan hanya pencari kerja, tapi pencipta lapangan kerja,” tegas Prof. Firmansyah.
Dalam konteks pembangunan daerah, Prof. Firmansyah juga mengaitkan penguatan SDM dengan agenda hilirisasi ala Jawa Tengah, khususnya di sektor pertanian dan industri berbasis lokal seperti makanan dan minuman. Hilirisasi ini dinilai mampu meningkatkan nilai tambah tanpa menyingkirkan sektor yang sudah ada.
“Hilirisasi ala Jateng itu memperkuat sektor lokal, terutama pertanian dan industri makanan-minuman. Kalau ini berjalan, nilai tambah dinikmati semua level,” ungkapnya.
Ia optimistis, apabila pendidikan vokasi, keterampilan tenaga kerja, dan hilirisasi sektor unggulan berjalan seiring, maka pendapatan per kapita Jawa Tengah dapat meningkat lebih cepat dan berkelanjutan. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













