SALATIGA, beritajateng.tv – Delapan anggota Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN) Salatiga melakukan gugatan class action melalui Pengadilan Negeri (PN) Salatiga.
Hal ini dilakukan setelah koperasi BLN dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum, atas keputusan sepihak konversi program layanan kepada anggotaan.
Melalui tim kuasa hukumnya, ke-delapan anggota koperasi telah mendaftarkan gugatan class action ini ke PN Salatiga, pada Rabu, 28 Mei 2025 kemarin.
Koordinator tim kuasa hukum anggota Koperasi BLN, Nirwan Kusuma mengungkapkan, upaya hukum ini berdasarkan ketidakpuasan para kliennya atas perlakuan koperasi.
Ini bermula dari terbitnya surat No: 04.111/BLN/III/2025 tertanggal 17 Maret 2025 perihal konversi peserta program Sipintar ke program Sijangkung.
BACA JUGA: Gelar Operasi Aman Candi, Polres Salatiga Bekuk Pelaku Premanisme: Tindak Aniaya-Ancaman Sajam
Anggota yang mengikuti program Sipintar dengan bunga 4,17 persen per bulan akan di konversi ke Sijangkung dengan bunga sebesar 2 persen per bulan.
Sehingga, para kliennya mengaku telah merasa rugi karena keputusan sepihak oleh Koperasi BLN tersebut.
“Bukan saja akibat penurunan bunga, tapi juga keterlambatan bayar bunga sebelumnya,” jelas Nirwan, di Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Minggu 31 Mei 2025.
Bahkan, lanjutnya, anggota koperasi yang akan menarik dananya. Hingga sampai dengan hari ini juga belum bisa terwujud dengan berbagai alasan yang diberikan.
Nirwan menambahkan, alasan yang Koperasi BLN berikan kepada anggota yang akan menarik uangnya pun beragam dan cenderung berkelit.
Misalnya, karena mitra usaha melakukan penundaan pembayaran, seperti pembangunan jalan tol yang sudah jadi tapi pembayarannya tertunda.
Selain itu juga alasan yang berkaitan dengan akibat dampak dari kondisi perekonomian dunia.
Sebab BLN ini koperasi pemasaran yang kemudian melakukan kerjasama dengan pemerintah dan swasta. Unit usahanya ada beragam seperti trading, pembiayaan jalan tol hingga tambang emas.
Anggota BLN juga berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari karyawan hingga perangkat desa. Mereka menyetor ke BLN minimal Rp 1,2 juta hingga miliaran Rupiah.
Tak sedikit dari anggota yang sumber danaya berasal dari hasil pinjaman lembaga keuangan dengan berbagai macam jaminan atau agunan.
“Sehingga, saat ada konversi sepihak di Koperasi BLN dengan bunga yang lebih rendah. Banyak anggota yang kemudian tidak bisa mengangsur,” tegasnya.