SEMARANG, beritajateng.tv – Belum lama ini, ormas keagamaan Islam, Muhammadiyah, menyusul Nahdlatul Ulama (NU) menerima izin tambang dari pemerintah.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo menawarkan pengelolaan tambang pada ormas keagamaan di Indonesia. NU pun menjadi ormas pertama yang mantap menerima tawaran itu.
Mulanya, Muhammadiyah sempat digadang-gadang tak akan menerima tawaran tersebut. Namun, beberapa hari yang lalu, Muhammadiyah akhirnya tiba pada keputusan final untuk menerima tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Adapun IUP itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Tak hanya membuat publik terkejut, keputusan Muhammadiyah itu turut memantik tanggapan pengamat politik.
BACA JUGA: ESDM Provinsi Jateng Pastkan Tambang di Desa Plantungan, Blora Ilegal
Dosen Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip), Hendra Try Ardianto, menilai keputusan itu bersifat problematis.
Hal itu ia utarakan dalam workshop bertajuk “Bacaan Bumi: Pemikiran Ekologis untuk Indonesia” yang berlangsung di Ruang Sidang Senat FISIP Undip, Kamis, 1 Agustus 2024 siang.
Menurut Hendra, akar masalah yang muncul jika IUP dilimpahkan kepada ormas agama, tak lain ialah pengalaman sebelumnya.
Hendra mengungkap, usaha tambang sebelumnya dikelola oleh BUMN dan BUMD, dalam hal ini PT ANTAM Tbk.
“ANTAM ternyata mengsubkontrakkan lagi ke orang lain, karena mereka ternyata tidak mampu-mampu amat. Artinya, BUMN yang notabenenya ahli saja seperti itu, apalagi ini [ormas agama] yang tidak bekerja di bidang itu,“ ucapnya.
Sehingga, dalam hematnya, pemerintah mesti lebih berhati-hati dan memikirkannya matang-matang dalam memberikan IUP pada ormas keagamaan.
Izin tambang mengantarkan perpecahan, Umara vs Umat?
Di sisi lain, Hendra menyebut pemberian IUP ini berpotensi memicu perpecahan antara umara (pemimpin) dengan warga NU maupun Muhammadiyah.