“Poin saya adalah apa yang ormas agama lakukan, entah Muhammadiyah dan NU, tidak boleh menghajar rakyatnya sendiri atau menghajar jamaahnya sendiri,” tegasnya.
“Yang paling dzolim itu kan ketika umara vis av vis (berhadapan) dengan jamaahnya; itu kan mengerikan,” sambung Hendra.
BACA JUGA: Respons Raperda Minerba, Sekda Jateng: Untuk Menindak Tambang Ilegal di Jawa Tengah
Sebut warga NU jadi korban tambang, salah satunya di Jawa Tengah
Bukan tanpa alasan, Hendra mengungkap warga NU kerap menjadi korban dari pertambangan itu sendiri.
Ia menyebut kasus Wadas, Pengunungan Kendeng, hingga Tumpangpitu di Jawa Tengah menyeret warga NU sebagai korban tambang.
“Warga NU sendiri korban tambang, cek saja di Jawa. Dari Wadas, Kendeng, saya bisa mengatakan itu adalah orang orang Nahdliyin, kenapa saya tahu? Karena sampai detik ini mereka baca Manaqib, ritual ke-Nahdliyin-an,” bebernya.
Hendra meyakini, IUP yang NU dan Muhammadiyah terima lebih banyak membawa mudarat (kerusakan) ketimbang manfaat.
“Kita itu kan jadi sorotan dunia dengan pengelolaan tambang yang sangat buruk sekali kan. Coba deh, negara mana yang mengatakan Indonesia itu memiliki good practice dalam pengelolaan tambang? Gak ada. Timah kita dikorupsi sekian ratus triliun,” ujar Hendra.
BACA JUGA: Pertambangan Legal dan Ilegal Mirip, AMSI Jateng Imbau Jurnalis Perhatikan Soal Pemberitaan Tambang
Tak melulu tambang, ini ceruk bisnis yang bisa ormas agama lakoni, lebih banyak manfaatnya
Apabila alasan NU dan Muhammadiyah menerima IUP lantaran faktor ekonomi, Hendra menyebut masih ada ceruk bisnis menguntungkan yang bisa mereka manfaatkan.
“Ada satu ceruk bisnis yang bisa kaum Nahdliyin garap; coba deh cek kursus Bahasa Arab. Siapa pelakunya? Bukan kelompok Nahdliyin. Padahal kalangan pesantren bisa melakukan itu,” akunya.
Selain kursus Bahasa Arab, listrik komunitas dengan panel surya, menurut Hendra, juga sangat potensial untuk dijadikan ceruk bisnis oleh kedua ormas agama itu.
“Misal listrik komunitas, pakai panel surya, galakkan saja di komunitas NU; kalau lebih [listriknya bisa] mereka jual. Banyak ceruk bisnis yang tidak harus membuat umara vis a vis dengan warganya sendiri,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi