SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat politik menilai masalah ekologis dan perubahan iklim jadi PR bagi Gubernur Jawa Tengah yang baru. Sebab, hal itu menjadi sesuatu yang tak pernah menemukan ujung penyelesaiannya.
Pengamat politik sekaligus Ketua Departemen Ilmu Pemerintahan asal Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini (NHS), menilai pejabat sebelumnya maupun saat ini tidak terlalu intervensi dalam menangani masalah tersebut. Sehingga, NHS menyebut hal itu bak tradisi yang tak pernah berkesudahan di Jawa Tengah.
“[Calon Gubernur Jateng] kriterianya orang yang paham dengan Jawa Tengah, luasnya Jawa Tengah dari ujung ke ujung dan berbagai permasalahan, paling parah ekologis dan climate changes yang sama sekali kita tidak punya intervensi apa pun. Kita berada pada kondisi yang sangat pasrah,” ujar NHS kepada beritajateng.tv beberapa waktu yang lalu.
Ia menyebut, banjir yang kerap terjadi di pesisir utara seperti Sayung (Demak) hingga Pekalongan menjadi salah satunya. Bahkan, NHS meyinggung munculnya Selat Muria yang kini ramai publik perbincangkan.
BACA JUGA: Pengamat Politik Semarang: Pembentukan Kabinet Akan Berdampak pada Peta Pilgub Jateng 2024
Masalah ekologi tersebut, tutur NHS, tak bisa terselesaikan hanya oleh Jawa Tengah seorang diri. Ia pun mengungkap jaringan nasional yang Jawa Tengah miliki belum maksimal, utamanya dalam menyelasaikan masalah ekologis.
Bahkan, pejabat yang saat ini mengisi posisi Jawa Tengah 1 atau Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana, NHS nilai belum bisa menyelesaikan permasalaahn tersebut.
“Saya tidak tahu ya apakah Gubernur kini sudah melakukan langkah yang menurut saya bisa untuk menjamin keadaan lebih baik, karena saya lihat di berita-berita, itu minim saja. Kan Pj Gubernur ini juga tidak punya amanat rakyat saat Pilkada, tidak merasa dekat dengan persoalan Jateng,” akunya.
Kemiskinan masih jadi PR untuk Gubernur Jawa Tengah kelak
Menurut NHS, tak hanya ekologis, kemiskinan di Jawa Tengah pun sudah bukan hal remeh lagi. Sebab, eksistensi Jawa Tengah menurutnya sudah tak lagi mesti berkutat dengan kemiskinan.
“Kemiskinan itu satu rantai, satu rantainya salah satunya kapasitas daya beli masyarakat, nilai tukar petani, menurut saya itu tidak memuaskan,” terangnya.