Di sisi lain, Hakam juga masih fokus melakukan V2 bagi anak usia 6 – 12 tahun, sekaligus V1 bagi yang belum mengikuti.
Pasalnya, ada beberapa anak yang belum divaksin karena berbagai alasan, misalnya sakit, pergi bersama orang tua ke luar kota, atau masih takut divaksin. Dia menyebutkan, ada sejitar 10 ribu sasaran yang belum divaksin.
“Kami terus edukasi sambil melakukan booster. Setiap hari kami lakukan vaksinasi sebanyak 20 ribu sasaran baik V1, V2, dan V3. Mudah-mudahan awal Februari kami bisa full booster,” sebutnya.
Sejauh ini, dia mencatat, tidak ada warga yang mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang berarti.
Hanya saja, ada beberapa orang mengalami demam usai divaksin booster. Hal itu dinilai masih wajar.
“Saat diberi V1 Sinovac aman, V2 Sinovac aman, V3 Astrazeneca dosis separo ternyata demam. Memang yang namanya efrk samping vaksin tidak semua tubuh manusia sama. Sebagian besar tidak mengalami, sebagian kecil semlenget. Itu wajar karena jenis vaksin yang dimasukan berbeda, heterolog, Sinovac-Sinovac-Astrazeneca,” jelas Hakam.
Pihaknya tentu melakukan skrinung terlebihdahulu sebelum dilakukan vaksinasi untuk meminimalisir terjadinya KIPI.
Jika sasarab belum bisa dilakukan vaksinasi, petugas akan menunda pemberian vaksin, misalnya karena memiliki komorbid, tensi daeah ringgi, kadar gula tinggi.
“Itu harus konsultasi dengan dokter spesialis. Tubuh seseorang itu beda. Kadang, sama-sama tensi tinggi, satu orang demam, satu tidak. Itu tergantung dari seminggu sebelum dia melakukan vaksinasi, disiplin prokes jd kunci utama,” terangnya. (Ak/El)