Selanjutnya, mengapa yang diteliti dan diuji lab adalah darah pasien, sehingga ia pun jadi pempertanyakan sebenarnya di mana urgensinya.
Seharusnya yang disita dan diteliti adalah muntahan makanannya, apakah mengandung kimiawi berbahaya atau ada bakteri yang berbahaya seperti salmonela dan sebagainya.
Terlebih, lanjutnya, sedangkan para aparatur dan dinas terkait juga ada di sana ketika para siswa korban dugaan keracunan MBG mengalami pusing, mual hingga muntah.
“Jadi ada apa dan mengapa ini seperti menjadi persoalan yang sengaja ditutup-tutupi bingga permasalahannya menjadi seperti ini,” tegas Krisna.
Hal lain yang masih memunculkan banyak pertanyaan adalah bagaimana teknik perekrutan SPPG. Sehingga dalam persoalan yang putrinya alami muncul permohonan maaf karena kelalaian.
Maka, selaku ayah kandung dari anak korban dugaan keracunan MBG menekankan, apakah standar mutu dari SPPG terpilih telah terpenuhi.
Apakah SPPG yang bersangjutan juga sudah memiliki sertifikasi SLHS, sertifikasi halal dan Sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).
Lalu, apakah petugas dapur yang masak juga memiliki sertifikat profesional koki dan seterusnya. Apakah pertanggungjawaban baik hukum maupun moril hanya berhenti ada SPPG saja.
BACA JUGA: Wajibkan Punya Sertifikat Higienis, BGN Tegaskan Sanksi Bagi SPPG yang Sebabkan Keracunan MBG
Sementara di sana juga ada BGN, ahli gizi dan lainnya. Termasuk apakah hasil uji laboratorium sampel keracunan baik oleh Dinas Kesehatan maupun kepolisian juga akan transparan di buka kepada publik.
“Atau kah akan selalu ditutup-tutupi dan sebaliknya justru mengkambing hitamkan para korban, ini yang masih menjadi pertanyaan saya,” tandas Krisna. (*)
Editor: Farah Nazila