SEMARANG, beritajateng.tv – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menegaskan komitmennya dalam menciptakan kota metropolitan yang maju, layak huni, dan berkelanjutan. Pengendalian banjir menjadi salah satu fokus utama di tengah pesatnya urbanisasi.
Dalam rangka 30 proyek strategis menuju 2025, pengendalian banjir menjadi pilar penting yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekaligus menjaga stabilitas ekonomi kota.
BACA JUGA: Video Pemkot Semarang Rampungkan Proyek Strategis di 2024
Pengendalian Banjir: Pilar Utama Pembangunan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Semarang, Budi Prakosa, menyatakan bahwa proyek pengendalian banjir dirancang secara kolaboratif oleh berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan didukung oleh Pemerintah Pusat.
“Sebagai bagian dari National Urban Flood Resilience Project (NUFReP). Kami telah merancang beberapa proyek strategis, termasuk pengendalian banjir Plamongan Hijau. Ini bukan hanya proyek teknis, tetapi juga solusi berkelanjutan untuk mengurangi risiko banjir yang kerap melanda wilayah perkotaan,” ujarnya.
Proyek pengendalian banjir mencakup beberapa inisiatif, seperti:
1. Pembangunan Kolam Retensi di Plamongan Hijau: Membangun kapasitas penyimpanan air sebesar 500.000 meter kubik untuk meredam limpasan hujan.
2. Optimalisasi Sistem Pompa Air: Penambahan unit pompa dengan kapasitas total 2.500 liter per detik di titik rawan banjir seperti Semarang Utara dan Timur.
3. Pembangunan Bendung Kanal Banjir Barat: Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas saluran air hingga 30 persen dan mengurangi genangan di kawasan strategis.
4. Rehabilitasi Drainase Perkotaan: Implementasi sistem drainase modern dengan anggaran Rp1,8 triliun untuk memastikan aliran air yang lebih efisien.
Dampak Ekonomi dan Sosial
Pengendalian banjir tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kerugian material, tetapi juga mendukung produktivitas ekonomi kota.
Data dari Dinas Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa banjir pada tahun 2024 menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp850 miliar. Termasuk kerusakan infrastruktur dan hilangnya produktivitas kerja.