SEMARANG, beritajateng.tv – Pengamat komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) turut merespons viralnya tagar #KaburAjaDulu yang mencuat di media sosial.
Mulanya, #KaburAjaDulu mencuat di platform medsos X. Tak berselang lama, warganet medsos lain seperti TikTok pun turut meramaikan ajakan pergi dari Indonesia tersebut.
Pengamat komunikasi Undip, Nuriyatul Lailiyah, meyakini kegiatan medsos warganet Indonesia mencuri perhatian dunia, tak terkecuali pemerintah Indonesia itu sendiri.
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR RI soal Tagar #KaburAjaDulu: Enak Tinggal di Rumah Sendiri Ketimbang Tanah Air Orang
Dalam hematnya, tagar #KaburAjaDulu muncul sejak Inpres Efisiensi yang digagas Presiden Prabowo Subianto dinilai tak tepat sasaran.
Terlebih, kata Nuri, efisiensi itu justru lebih banyak menyasar ASN di tingkat bawah. Nuri pun melihat Inpres tersebut bukan efisiensi, melainkan pemangkasan irasional.
“Jika krisis, ASN sering disuruh untuk menggerakan ekonomi, ‘Tolong belanja ini, tolong belanja itu.’ Sejak pemangkasan anggaran, ASN pun deg-degan. Terlebih gak semua lembaga dipotong anggarannya; Polri, Kemenhan, DPR, dipotong gak tuh? Kan kita patut pertanyakan, kalau memang efisiensi, ya efisiensi saja semuanya,” ungkap Nuri.
Pelantikan stafsus Deddy Corbuzier bikin tagar #KaburAjaDulu makin ramai
Nuri menilai, tagar #KaburAjaDulu semakin ramai lagi sejak Deddy Corbuzier dilantik sebagai Staf Khusus Kementerian Pertahanan.
Padahal, kata Nuri, sebelumnya Deddy sempat memantik amarah warganet lantaran mengkritik warga yang tak puas soal program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Mohon maaf, katanya lagi efisiensi pemangkasan anggaran, tapi tiba-tiba punya staf ahli. Staf ahlinya buzzer lagi. Kenyataannya pemerintah kita, baik dari yang sekarang maupun yang dulu, punya perhatian yang besar di media sosial,” tegas dia.
Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi itu menyebut, mencuatnya tagar #KaburAjaDulu itu sebagai tanda frustasi warganet Indonesia terhadap kebijakan pemerintah yang tak pasti dan dianggap merugikan kelas menengah dan bawah.
Sebab, kata Nuri, warganet merasa tak ada iklim yang pasti dari segala kondisi, mulai dari pendidikan hingga lapangan pekerjaan.
BACA JUGA: Kontroversi Efisiensi Anggaran, FX Sugiyanto: Pentingnya Studi sebelum Memangkas Anggaran