“#KaburAjaDulu itu bentuk frustrasi masyarakat Indonesia yang merasa jenuh dengan segala aturan, kebijakan, situasi, dan berharap di luar negeri ada harapan bagi mereka untuk bisa bekerja lebih baik. Minimal ada kepastian secara iklim pekerjaan, kepastian bahwa mereka gak akan kena kebijakan yang sifatnya menggoncang, efisiensi itu kan sifatnya goncangan yang besar,” tutur dia.
Belum lagi, banyak diaspora Indonesia yang turut membagikan pengalaman kerja dan belajarnya di luar negeri dalam tagar tersebut. Hal itu menurut Nuri semakin memancing keinginan warganet untuk pindah dari Indonesia, guna mendapatkan hidup yang lebih baik.
“Misalkan kaya di Jerman, ketika di Indonesia nyari kerjaan susah banget, di Jerman kebutuhannya besar-besaran. Termasuk banyak negara yang pertumbuhan penduduknya gak bagus seperti Jepang. Mereka kan butuh banyak tenaga, sementara kita surplus secara demografi dengan ketersediaan lapangan kerjanya gak surplus,” jelas dia.
Nuri harap efisiensi tepat sasaran, pertanyakan kementerian punya banyak wamen, sindiri staf ahli yang punya asisten staf ahli
Pasca tagar #KaburAjaDulu, Nuri pun menilai adanya perubahan narasi di kalangan warganet. Sebelumnya, kata Nuri, warga Indonesia yang memilih untuk bekerja dan belajar di negeri sendiri warganet anggap tak nasionalis. Namun, saat ini warganet malah menyuruh mereka untuk tetap menetap di sana.
“Ada perubahan narasi di kalangan netizen. Kalau dulu, kerja di luar negeri bilangnya gak nasionalis, sekarang [warganet minta] tidak usah balik, lebih baik tetap di sana saja karena penuh ketidakpastian di Indonesia,” papar Nuri.
Kendati begitu, Nuri tak menampik warga mulanya mulai menaruh harapan di awal Prabowo Subianto terlantik sebagai presiden.
Namun, kata Nuri, harapan itu perlahan mulai sirna pasca kebijakan Prabowo yang ia nilai tak sang presiden pikirkan matang-matang dan menimbulkan kekhawatiran.
BACA JUGA: Video Eddy Soeparno PAN Tanggapi #KaburAjaDulu
“Tadinya kan kita punya harapan ya, harapan itu muncul dari Pak Prabowo, apalagi masih 100 hari kepemimpinan,” tuturnya.
Nuri pun meminta untuk melakukan efisiensi yang tepat sasaran, bukan yang berdampak pada jajaran di tingkat bawah. Salah satunya ialah memangkas “kabinet gemuk” Prabowo.
“Kita semua dukung efisiensi, tapi efisiensi bisa mulai dari mengurangi jumlah wamen. Masa satu kementerian ada dua wamen? Staf ahli itu saya tahu, mereka punya asisten staf ahli, asistennya punya asisten lagi,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi