Perusahaan sulit bayar karena belum ada uang
Salah satu pekerja di perusahaan media cetak tersebut yang sekaligus menjadi pelapor, Marlan, mengaku mendapat upah di bawah UMR sejak tahun 2012.
Saat beritajateng.tv jumpai pada kesempatan yang sama, Marlan turut membenarkan hingga kini pihaknya masih menerima 55 persen dari gaji sejak tahun 2020. Ia pun mengungkap pembayaran gajinya yang tersendat seiring berjalannya waktu.
“Awal-awal itu lancar, kemudian dengan berjalannya waktu perusahaan cicil dua kali, kemudian ada mundur lagi tiga kali. Sampai kejadian seperti sekarang itu malah tidak dibayar,” ucap Marlan.
Menurut pengakuannya, alasan perusahaan media cetak itu tak membayar gajinya dengan lancar maupun layak lantaran tak memiliki cukup uang. “Ya, mengakunya belum ada uang,” akunya.
BACA JUGA: Gelar Nobar Film “Cut to Cut”, AJI Semarang Soroti Tantangan Pekerja Media
Selain itu, Marlan yang bekerja sejak tahun 2003 namun baru terangkat sebagai pegawai tetap tahun 2010 silam itu juga mengungkap bagaimana ia menerima gaji pokok di bawah UMK sejak 2012.
“Sebetulnya dibayar, cuma kami ini karena selalu diam, karena beralasan itu sudah masuk ke UMK, karena yang kami terima itu memang seperti itu. Tapi setelah kami runut itu plus ya. Jadi ada transport, tunjangan lain, kalau total ketemunya take home pay,” jelasnya.
Hal itu, kata Marlan, berdampak pada Tunjangan Hari Raya (THR) yang ia terima setiap tahunnya. Terlebih, jumlah THR mengikuti jumlah gaji pokok yang pegawai tersebut terima.
“Nah, ini yang jadi masalah: THR itu mengikuti gaji pokok, bukan take home pay. Kalau sekarang juga bisa dua kali cicilnya,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi