“Maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikannya. Karena pendek belum tentu stunting, tetapi stunting sudah pasti pendek,” jelasnya.
Sub Koordinator Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, Siti Aliyatun mengatakan, antisipasi stunting dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama ibu hamil hingga anak berusia 2 tahun. Periode tersebut merupakan masa emas anak berkembang secara optimal.
Dia mengingatkan, saat usia anak sudah diatas 2 tahun, kondisi stunting akan sulit diawasi. “Bagaimana jika anak sudah diatas dua tahun? Bisa (ditangani), tapi sulit, tidak seperti intervensi pada anak usia dua tahun ke bawah,” paparnya.
Siti mengatakan, stunting terjadi akibat praktik pengasuhan yang tak baik, serta kurang pengetahuan kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan. Fakta di lapangan menunjukkan, sekitar 60 persen anak usia 0-6 bulan tak mendapatkan ASI ekslusif, serta 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tak menerima makanan pengganti ASI.
“Penyebab lainnya adalah kurangnya akses ke makanan bergizi. Saat ini satu dari tiga ibu hamil mengalami anemia,” ujarnya.
Dikatakannya, prevalensi stunting pada balita di Kabupaten Semarang tahun 2017 – 2020 cenderung menurun. Sementara prevalensi stunting pada balita di Kabupaten Semarang tahun 2020-2021 justru mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 masih ada 3.930 kasus balita dengan status sangat pendek dan pendek di Kabupaten Semarang.