Adapun desain PPP di Indonesia yang sedang dirancang LPS saat ini tentunya mengacu kepada best practices dan prinsip dasar yang berlaku secara internasional. LPS juga menyambut baik proses perubahan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang berlangsung saat ini dan menilai sebagai kesempatan untuk memperkuat desain PPP.
Mulai dari mengenai mandat, LPS menilai bahwa mandat sebagai Risk Minimizer akan meningkatkan efektivitas fungsi penjaminan dan resolusi dalam rangka melindungi pemegang polis dan menjaga stabilitas sektor keuangan/asuransi.
Kemudian, perlu adanya pembatasan cakupan dan nilai maksimum penjaminan PPP untuk meminimalisir biaya penanganan perusahaan asuransi dan kebutuhan pendanaan serta mencegah moral hazard.
“LPS sedang mengkaji produk atau lini usaha yang akan terjamin dalam PPP. Pertimbangannya antara lain karakteristik produk, loss ratio, dan market share,” jelasnya.
Penerapan Sistem Premi Berbasis Risiko
Perihal iuran, berdasarkan survei The International Forum of Insurance Guarantee Schemes (IFIGS), mayoritas otoritas penjamin polis menerapkan sistem premi secara tetap atau flat. Namun, LPS saat ini sedang mempertimbangkan opsi penerapan sistem premi berbasis risiko atau premi diferensial dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini sebagai bentuk dorongan dan insentif bagi perusahaan asuransi yang menerapkan praktik manajemen risiko yang baik dan prudent.
Nantinya, salah satu elemen kunci dalam penyelenggaraan PPP yang kredibel yakni ketersediaan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung dan peserta. Data polis tersebut sebagai informasi menyeluruh yang mencakup detail mengenai pemegang polis, tertanggung dan cadangan, nilai klaim serta manfaat oleh LPS sesuai dengan ketentuan PPP.
“UU P2SK mewajibkan perusahaan asuransi menyampaikan data polis berbasis pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta kepada LPS. Data inilah yang akan menjadi dasar bagi LPS dalam menentukan polis yang berhak mendapatkan penjaminan atau layak bayar,” tambahnya.
Upaya serius LPS dalam mengintensifkan PPP, salah satunya kolaborasi erat antara LPS dengan asosiasi asuransi. Pada 18 Oktober 2025 lalu, LPS melaksanakan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama Dalam
Rangka Penyelenggaraan Program Penjaminan Polis, antara LPS dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI).
Ruang lingkup kerja sama nantinya akan meliputi, penyediaan tenaga ahli, kerja sama penyelenggaraan kegiatan edukasi, sosialisasi dan publikasi, kerja sama pendidikan dan pelatihan di bidang asuransi, serta kerja sama riset terkait industri asuransi.
“LPS meyakini bahwa dengan dukungan inisiatif strategis dari industri tersebut. Dampak positif dari aktivasi PPP yang terjadi di berbagai negara, seperti meningkatnya kepercayaan publik, pendapatan premi, dan lain sebagainya. Akhirnya, dapat terwujud di Indonesia dengan adanya PPP oleh LPS nanti,” pungkas Ferdinan. (*)













