SEMARANG, beritajateng.tv – Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional hingga 8 persen dalam masa kepemimpinannya. Namun target tersebut dinilai terlalu ambisius dan berisiko tidak realistis jika tidak dibarengi dengan reformasi struktural dan perbaikan iklim investasi.
MG Westri Kekalih Susilowati, akademisi dan pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, menyebut bahwa meski pertumbuhan ekonomi saat ini berada di angka 5,12 persen, menembus 8 persen dalam jangka pendek bukan hal yang mudah.
“Menurut saya, target 8 persen terlalu optimis, terlalu ambisius. Bahkan dengan kondisi sekarang, kalau bisa mencapai 6 persen saja dalam empat tahun ke depan itu sudah prestasi,” ujarnya kepada beritajateng.tv melalui panggilan WhatsApp pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Kondisi global tak menentu, investasi jadi kunci
Westri menyoroti ketergantungan Indonesia pada pasar global, terutama dalam hal barang modal dan bahan baku industri yang sebagian besar masih diimpor. Selain itu, konflik geopolitik, perang dagang, hingga ketegangan antara negara-negara besar turut menambah ketidakpastian ekonomi global.
“Ekonomi Indonesia ini tidak bisa lepas dari dinamika global. Ketika dunia melambat, Indonesia pasti ikut terdampak. Kita tidak bisa berjalan sendiri,” katanya.
BACA JUGA: Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,12 Persen Tapi Warga Masih Mengeluh, Pengamat: Siapa yang Menikmati?
Ia juga menekankan bahwa investasi asing langsung adalah salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun hal tersebut sulit tercapai tanpa jaminan kepastian hukum dan kebijakan yang konsisten dari pemerintah.
“Para investor itu selalu menanyakan dua hal, risiko politik dan kepastian hukum. Selama itu belum jelas, investasi tidak akan masuk dengan mudah,” jelas Westri.
Sebagai contoh, ia menyebut bagaimana Vietnam saat ini lebih menarik bagi investor asing karena di nilai memiliki kebijakan yang lebih stabil dan pro-bisnis.