Salah satu jeritan itu datang dari pemilik usaha Tahu Eco asal Semarang, Joko Wiyatno.
“Sebelum Lebaran itu terus naik, dari Rp1.500, setelah Lebaran bisa sampai Rp2.000-an,” ucap Joko, Rabu 16 April 2025.
Baginya, yang paling terasa saat ini adalah daya beli rupiah yang terus merosot dan itu cukup membuat harga kedelai melonjak tajam di pasaran.
“Iya, kedelainya impor dari Amerika. Tapi penyebabnya kurang paham kenapa naik, ya barangkali bisa karena kurs dolar naik, rupiah melemah,” nilainya.
BACA JUGA: DPRD Jateng Dorong Pemerintah Jaga Ketersediaan dan Stabilkan Harga Kedelai
Meski harga kedelai terus merangkak naik, Joko tak mengendurkan produksi. Ia tetap konsisten menembus angka satu ton per hari.
Namun demi menjaga keseimbangan ongkos produksi, ia tak memangkas kuantitas, melainkan menyiasatinya lewat ukuran tahu yang kini sedikit lebih mungil dari biasanya.
“Kami tak bisa naikkan harga seenakknya, karena ada kumpulannya [asosiasi], siasatinya ya cuma bisa di takaran tahunya,” ucapnya.
Joko berharap, pemerintah bisa mengintervensi atau ikut campur menekan harga kedelai yang tak kunjung alami penurunan hingga Lebaran 2025 ini.
Sebab, apabila harga terus naik, lambat laun bisa membuat para pengerajin tahu rumahan gulung tikar. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi