“Misalnya kabupaten itu masih tercatat sawah, padahal orang-orang di desa sudah bangun jadi warung. Ketika kita potret dari satelit sudah bukan sawah, itu kita minta verifikasi,” bebernya.
Oleh sebab itu, pihaknya rutin melakukan crosscheck dan verifikasi. Saleh menyebut ia enggan hanya mengandalkan angka yang tertulis pada data saja.
Tanah musnah masyarakat pasca tol Semarang-Demak turut jadi sorotan
Selain dua hal itu, polemik garis pantai pasca pembangunan tol Semarang-Demak turut jadi sorotan dalam Raperda RTRW.
“Soal tol Semarang-Demak, kalau kita lihat garis pantai, itu kan sebenarnya tanah masyarakat bersertifikat. Mereka punya sertifikat, cuma karena rob membuat tanah itu tidak muncul karena tertutup air,” papar Saleh.
Sehingga, Saleh menuturkan pemerintah menganggap tanah itu berstatus sebagai tanah musnah.
BACA JUGA: Jokowi Resmikan UU ASN, Nasib 16 Ribu Tenaga Honorer Pemprov Jateng Jadi Pertanyaan
“Kami ingin melindungi bahwa garis pantai itu adalah garis pantai masyarakat yang punya tanah itu. Jangan sampai yang kena rob di sini, garis pantai malah hitungannya dari garis air, padahal itu tanah warga yang sudah kena rob,” paparnya.
Hal itu menurutnya membuat tanah warga seolah-olah hilang. Padahal, Saleh meyakini warga memiliki hak atas tanah tersebut.
“Karena memang kenyataannya mereka masih punya hak di situ, maka pemerintah ini kan harus mengamankan (tanah warga yang kena rob). Bagaimana caranya, apakah dengan bakau atau lainnya, itu harus menjadi tugas pemerintah,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi