“Sampai sekarang yang kami tahu belum ada pengembalian. Tapi BPJS akan tetap mengupayakan tuntutan dalam bentuk perdata,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku, salah satu penyebab terjadinya kasus klaim palsu itu lantaran rekam medik secara manual oleh petugas fasilitas kesehatan dari pihak rumah sakit.
Untuk itu, pihaknya bersama Kemenkes memulai rekam medik secara elektronik. Sehingga, tutur Elham, kasus klaim palsu tidak terulang lagi hingga merugikan negara dalam jumlah besar.
“Waktu itu rekam mediknya manual. Jadi memang bisa [terjadi pemalsuan]. Sekarang sudah elektronik rekam medik, kemudian verifikasi dari pengajuan klaim ini sudah beberapa tahap, di mana validitas klaim dapat dipertanggungjawabkan sehingga bisa transaksi atau pembayaran,” terangnya.
Sebelumnya, Pimpinan KPK mengusut perkara dugaan klaim fiktif di sejumlah rumah sakit (RS) swasta ke Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, tindakan sejumlah rumah sakit itu dugaannya merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Adapun dugaan kecurangan klaim itu ialah temuan tim gabungan KPK, BPJS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Mereka memeriksa 6 rumah sakit sebagai sampel yang berawal dari laporan fraud pihak BPJS.
“Pimpinan memutuskan kalau yang tiga ini pindahkan ke [Kedeputian] Penindakan,” ujar Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2024.
Hasilnya, RS A di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menurut dugaan melakukan phantom billing dengan nilai kerugian negara Rp1 miliar sampai Rp3 miliar.
Kemudian, RS B di Provinsi Sumut dengan nilai klaim Rp4 miliar sampai Rp10 miliar. Lalu, RS C Provinsi di Jawa Tengah senilai Rp20 miliar sampai Rp30 miliar. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi