SEMARANG, beritajateng.tv – Pondok Pesantren (Ponpes) Santri Ndalan Nusantara (Sandal) Semarang tergolong cukup unik. Pasalnya, sebagian besar santrinya berasal dari kalangan anak jalanan seperti preman, debt collector, atau orang yang pernah berurusan dengan kriminal.
Lantaran tidak seperti umumnya, santri di sini juga tidak berkegiatan layaknya ponpes lainnya. Pengasuh Ponpes Sandal, Muhammad Nurul Huda, pun membebaskan santri untuk datang kapan pun mereka mau.
“Untuk santri tetap ada absen khusus dan terdata, kalau hanya jamaah umum terserah mereka mau datang kapan pun. Nama lainnya santri kalong, mereka hanya datang saat ada kegiatan saja,” ujar Gus Huda, sapaan akrabnya, saat beritajateng.tv temui, Rabu, 18 Oktober 2023.
BACA JUGA: Dialog Santri di Ponpes Al-Fadhilah Semarang, Andy Budiman Ajak Berkarya Lewat Tulisan
Lebih lanjut, Gus Huda juga mengungkapkan jika Ponpes Sandal hingga saat ini masih tidak memiliki gedung sendiri. Oleh karena itu, aktivitas kajian berpindah-pindah memanfaatkan tempat publik.
Kegiatan Ponpes Sandal antaranya dilaksanakan setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu di taman-taman kota seperti Tugu Muda, Simpang Lima, Taman Pandanaran, hingga Banjir Kanal Barat.
“Kenapa di situ tempatnya, tujuannya kita mendidik mental mereka dalam mengajak masyarakat berbuat kebaikan. Dengan keberadaan mereka ngaji di situ tentu akan menjadi sorotan masyarakat, tapi nggak usah malu,” imbuhnya.
Ponpes Sandal gunakan pendekatan yang berbeda
Adapun karena kebanyakan santri berasal dari anak jalanan, Gus Huda memiliki pendekatannya sendiri. Menurutnya, santri di ponpesnya berbeda dengan santri pesantren lain.
Oleh karena itu, memiliki penanganan yang cenderung lebih rumit sebab mereka banyak dihadapkan problematika dalam kehidupan sehari-hari. Yang terpenting, tegas Gus Huda, adalah mereka khidmat atau manut dengan ajaran kyai.