Ia berharap, inovasi dari petani milenial tersebut ditularkan ke teman-temannya. Musababnya, teknologi inovasi sangat penting di era digitalisasi. Apalagi lahan pertanian semakin berkurang, sementara kebutuhan pangan meningkat.
Ia mencontohkan, sistem green house mampu memicu peningkatan produktivitas signifikan daripada sistem konvensional. Contoh lainnya, pola tanam benih langsung (Tabela) pada tanaman bawang merah.
“Memang butuh waktu lebih lama karena harus penyemaian dan sebagainya. Hanya saja biaya produksi tabela lebih efisien daripada sistem konvensional,” katanya.
Upaya Petani Milenial
Ketua Forum Komunikasi Purnawidya Badan Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Jateng, Hendi Nur Seto mengatakan, petani milenial di Jateng telah melakukan berbagai upaya demi meningkatkan produktivitas pertanian.
Sejumlah upaya yang dilakukan yakni penerapan teknologi smart farming atau pertanian pintar. Konsep manajemen bercocok tanam yang mengandalkan teknologi canggih seperti internet, big data, dan sebagainya. Upaya lainnya adalah inovasi True Seed of Shallot (TSS).
“TSS ini menggunakan biji dari bunga bawang merah. Kalau secara waktu memang lebih lama, tetapi lebih murah. Misal satu hektar butuh Rp5 juta untuk tanam umbi tetapi dengan TSS bisa Rp3 juta,” katanya.
Selain itu, petani milenial juga telah menerapkan berbagai teknologi inovasi di beberapa komoditas pertanian. Seperti melon green house di Jateng dan DIY, teknologi benih cabai, benih tomat, dan mentimun yang diterapkan di Kabupaten Wonosobo, Temanggung, dan Kebumen. (*)
Editor: Andi Naga Wulan.