Namun demikian, Udin mengaku baru tahu Kota Semarang memiliki tradisi unik seperti itu setelah beroleh undangan menjadi pengisi acara. Ia pun mengajak generasi muda untuk turut meramaikan serta melestarikan tradisi unik ini.
“Anak-anak muda sekarang ngertinya hanya medsos dan viral. Ternyata, hal-hal seperti ini masih ada. Makanya tetap terus melestarikan budaya Indonesia, Semarang khususnya, supaya tidak luntur dengan perkembangan zaman,” tambah Udin.
Gebyuran Bustaman, tradisi tahunan bersihkan dosa jelang Ramadan
Direktur Grobak Hysteria, Akhmad Khoirudin atau Adin menjelaskan, tahun ini pihaknya kembali bekerja sama dengan masyarakat untuk menyemarakkan Gebyuran Bustaman.
Tak ada yang berbeda dari penyelenggaraan tahun ini dengan tahun sebelumnya. Hanya saja, kata Adin, lokasi panggung bertempat di luar gang atau di sisi pinggir Jalan MT Haryono.
“Untuk rangkaian acara sebenarnya enggak terlalu berbeda. Ada band musik, topeng ireng, tari, dan lainnya,” katanya.
BACA JUGA: Bertahan di Tengah Modernisasi, Kampung Bustaman Simpan Beragam Tradisi Serta Cerita Legendaris
Ia menjelaskan tata cara Gebyuran Bustaman secara ringkas. Yang pertama, wajah warga dan pengunjung dicoret dengan cat air sebagai perlambangan dosa.
Kemudian mereka diarak sebagai perwujudan laku selama manusia hidup. Barulah kemudian seluruh dosa disucikan dengan disiram saat perang air.
“Antusias masyarakat, mereka sangat senang. Kalau bulan puasa kan bulan berkah bagi umat muslim. Jadi warga pada antusias,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi