SEMARANG, beritajateng.tv – Sidang kedua kasus perundungan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip) menghadirkan 6 (enam) orang saksi.
Sidang kedua berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kota Semarang, Rabu, 4 Juni 2025.
Keenam saksi tersebut antara lain Nusmatun Malinah yakni ibu dr. Aulia Risma Lestari dan dr. Nadia yang merupakan adik dr. Aulia Risma Lestari.
Sementara itu, 2 (dua) orang saksi merupakan kerabat dr. Aulia, yakni Akwal dan Nur Diah. Dua saksi lainnya berasal dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, yakni Yunan dan Pamor Nainggolan.
Pamor Nainggolan menjadi orang pertama yang diminta keterangannya dalam sidang kedua.
Pada sidang perdana sebelumnya, terungkap adanya hierarki atau sistem kasta di lingkungan PPDS Anestesi Undip. Ada tujuh macam kasta mahasiswa atau dokter residen PPDS Undip.
Adapun masing-masing kasta memiliki julukan hingga rincian tugas-tugasnya selama menjalani proses pendidikan dokter spesialis.
Pamor pun membenarkan pernyataan JPU terkait hal tersebut.
“Iya betul ada sistem kasta. Itu kastanya ada senior, middle senior, COC (Chief of Chief), dan terakhir itu ada kuntul,” tutur Pamor dalam kesaksiannya.
Tak hanya itu, ia pun membenarkan adanya temuan ‘Pasal Anestesi’ saat memeriksa telepon genggam.
Tak tunduk pada kasta atau Pasal Anestesi, dokter residen bisa kena hukuman berdiri hingga pulang dini hari
Ada konsekuensi yang akan dokter residen PPDS Anestesi Undip terima jika tak menjalankan Pasal Anestesi maupun melanggar sistem kasta atau hierarki tersebut.
“Bisa dapat last man, pulang paling akhir di stase IBS (Instalasi Bedah Sentral). [Paling akhir itu] Dini hari,” tutur Pamor.
Selain pulang paling akhir, kata Pamor, dokter residen PPDS Anestesi yang melanggar mendapat hukuman berdiri setengah jam.
“Hukumannya berdiri setengah jam dan ada evaluasi oleh seniornya. Angkatan 77 [angkatan dr. Aulia Risma] sering melakukan itu, mereka dapat saat awal-awal studi,” terang Pamor.