BACA JUGA: BINUS Semarang Apresiasi Film JUMBO Karya Anak Bangsa, Perpaduan Kreativitas dan Teknologi
“Film ini saya rasa film keren yang sengaja dihilangkan. Mungkin kita salah satu yang beruntung yang bisa menyaksikan film ini. Aku membacanya bukan semata-mata tentang rakyat melawan Belanda saja, tapi bagaimana warga mempertahankan tanahnya,” tuturnya.
Dalam hematnya, alasan film ini sempat lenyap tahun 60-an silam tak lepas dari peran film sebagai alat propaganda yang efektif.
“Karena film itu alat propaganda paling efektif. Makanya mereka melenyapkan salah satu film tua ini, kemudian memproduksi film baru untuk menggeserkan ini,” pungkas Tatang.
Banyak mendapat pengaruh sinema Soviet
Sementara itu, salah satu penonton Turang yang merupakan lulusan Film dan Televisi ISI Yogyakarta, Arief H., menyebut film ini banyak mendapat pengaruh sinema Uni Soviet.
“Film Turang ini suatu advance dalam filmmaking Indonesia tahun 1957. Turang banyak mengadopsi teknik dari Soviet Montage, Kuleshov Effect, karena memang Bachtiar Siagian banyak menonton film dari era tersebut,” tutur Arief usai menonton Turang.
Arief menyebut semestinya warga Indonesia bangga karena Turang dapat bersaing di kancah perfilman internasional di tahun 60-an. Ia berharap, film kuno di Indonesia bisa mendapat atensi lebih dari pemerintah maupun warganya sendiri.
“Seharusnya kita bangga karena dalam ranah film dunia ketiga, Indonesia dapat bersaing. Mengesampingkan gesekan antara kubu Lekra dan Manikebu, harusnya film ini dapat atensi lebih di negerinya sendiri,” pungkas Arief. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi