Nasional

Soal Bencana dan Deforestasi di Sumatera, Negara Disebut Terlalu Gengsi dan Lamban

×

Soal Bencana dan Deforestasi di Sumatera, Negara Disebut Terlalu Gengsi dan Lamban

Sebarkan artikel ini
universitas andalas
Akademisi Universitas Andalas saat memaparkan materi di Sarasehan Hari Antikorupsi Sedunia 'Korupsi dan Darurat Iklim' di Gedung Balai Bahasa Semeru Kota Semarang. Jumat, 18 Desember 2025. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Akademisi Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai peran negara, khususnya presiden, sangat krusial dalam memastikan penanganan bencana berjalan cepat dan efektif. Menurutnya, pemerintah tidak seharusnya mempertahankan gengsi seolah negara mampu menangani bencana sendiri, sementara di lapangan bantuan bagi korban justru tidak maksimal.

“Peran presiden itu memastikan rakyat segera di bantu. Jangan lebih condong mempertahankan gengsi bahwa negara ini mampu, padahal praktik di lapangan jauh panggang dari api,” kata Feri pada Jumat, 18 Desember 2025.

Ia menegaskan, kondisi bencana yang terjadi saat ini seharusnya sudah cukup menjadi dasar untuk menetapkan status bencana nasional. Dengan penetapan tersebut, Indonesia juga terbuka menerima bantuan internasional, baik dari negara-negara ASEAN maupun komunitas global.

“Apa salahnya menerima bantuan? Itu tidak meruntuhkan kewibawaan negara atau pemimpin. Kalau saya pemimpin, saya justru akan memohon bantuan agar warga saya bisa selamat. Jangan mempertahankan gengsi, sementara korban terus berjatuhan,” tegasnya.

Dana Dipotong, Negara Dinilai Tak Siap Tanggung Jawab

Feri menduga keengganan pemerintah menetapkan status bencana nasional tidak lepas dari persoalan kalkulasi politik dan keterbatasan anggaran. Ia menyoroti pemotongan dana penanggulangan bencana hingga 50 persen yang berdampak pada lambannya respons negara.

“Kalau status bencana nasional ditetapkan, seluruh penanggulangan diserahkan ke pemerintah pusat. Masalahnya, pusat sedang tidak siap secara anggaran. Ini kesalahan perhitungan dan bentuk ketidakmampuan mereka bertanggung jawab,” ujarnya.

BACA JUGA: Akibat Krisis Iklim di Jateng, Pemprov Jateng Berkomitmen Selesaikan Dampaknya dengan Berbagai Inovasi

Ia juga menilai bencana yang terjadi bukan semata-mata peristiwa alam, melainkan akibat kebijakan negara yang abai terhadap tata kelola lingkungan dan sumber daya alam.

“Ini bukan bencana alam murni, tapi akibat kebijakan negara. Seluruh pihak yang terlibat dalam perusakan alam harus ada evaluasi, cabut izinnya, bahkan angkat kaki dari jabatan,” kata Feri.

Soroti Inkonsistensi Presiden dan Aparat

Feri juga mengkritik inkonsistensi sikap presiden terkait praktik pertambangan dan dugaan keterlibatan aparat. Ia mengingatkan, presiden sebagai panglima tertinggi seharusnya berani memberhentikan anggota TNI maupun Polri yang terbukti membekingi praktik perusakan lingkungan.

Menurut Feri, inkonsistensi kebijakan dan lemahnya penegakan hukum justru memperparah krisis lingkungan dan meningkatkan risiko bencana di masa depan.

Ke depan, Feri menekankan pentingnya alokasi anggaran penanggulangan bencana yang memadai. Mengingat Indonesia berada di kawasan rawan bencana, kesiapan negara menjadi keharusan.

“Indonesia ini pusat lingkaran bencana. Bersahabat dengan alam dan menyiapkan anggaran yang cukup untuk penanggulangan bencana adalah pilihan wajib, bukan opsional,” pungkasnya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan