elain itu, layanan pendidikan inklusif juga menjadi sorotan. Sejak Maret 2025, sebanyak 228 calon siswa berkebutuhan khusus telah terlayani, terdiri dari 1 orang TK, 55 orang SD, dan 172 orang SMP.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 108 anak telah mendapat rekomendasi dari Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM), meliputi 1 anak TK, 10 anak SD, dan 97 anak SMP.
“Pendidikan inklusif bukan slogan. Ini adalah bukti nyata bahwa Kota Semarang serius menghadirkan sistem pendidikan yang ramah untuk semua,” ujar Bambang.
Bambang menambahkan bahwa sosialisasi SPMB ini adalah langkah penting menjaga integritas pendidikan di Kota Semarang.
“Pendidikan adalah sistem yang sehat, bukan sarat intervensi atau kepentingan. Kita ingin menjaga agar SPMB 2025 menjadi cerminan sistem yang jujur dan adil,” katanya.
Sebagai catatan, berdasarkan survei integritas pendidikan dari KPK tahun 2024, Kota Semarang mencatat skor 72 dan masuk dalam 10 besar nasional. “Saya harap sistem SPMB ini bisa menjadi penopang untuk meningkatkan nilai SPI (Survei Penilaian Integritas) Semarang,” pungkas Bambang.
Dengan semangat transparansi dan inklusivitas. Semarang menatap pelaksanaan SPMB 2025 sebagai momentum memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan adil, berkualitas, dan bermartabat. (*)
Editor: Elly Amaliyah